Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

AMAN Apresiasi Langkah Indonesia Dukung Pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat di COP16
Suasana COP di Cali, Colombia

AMAN Apresiasi Langkah Indonesia Dukung Pembentukan Badan Permanen Masyarakat Adat di COP16



Berita Baru, Jakarta – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyambut baik keputusan pemerintah Indonesia yang secara resmi mendukung pembentukan badan permanen Masyarakat Adat atau Subsidiary Body on Article 8(j) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Keanekaragaman Hayati ke-16 (COP16) di Cali, Kolombia. Keputusan ini menandai langkah penting setelah perjuangan panjang selama 28 tahun.

Eustobio Rero Renggi, Deputi Sekjen AMAN yang hadir sebagai delegasi di COP16, menyebut bahwa ini adalah kemajuan besar bagi Masyarakat Adat di Indonesia.

“Masyarakat Adat di Indonesia menyambut baik pembentukan badan permanen ini,” kata Eustobio seperti dikutip dari rilis resmi AMAN, Rabu (6/11/2024).

Pertemuan COP16, yang dihadiri hampir 200 negara, berlangsung dari 21 Oktober hingga 1 November 2024. Pertemuan tersebut membahas upaya global untuk menghentikan kerusakan alam dan mengatasi punahnya keanekaragaman hayati. Dalam kesempatan ini, organisasi masyarakat sipil Indonesia menyerukan kepada delegasi pemerintah Indonesia untuk mendukung hak-hak Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal, terutama terkait Pasal 8(j) yang mengatur pengetahuan tradisional dan praktik kearifan lokal.

Eustobio menjelaskan bahwa meskipun awalnya Indonesia menolak pembentukan badan permanen ini, negosiasi tingkat tinggi bersama Masyarakat Adat global dan sejumlah negara akhirnya mengubah sikap Indonesia. “Pada hari terakhir konferensi, pemerintah Indonesia mengambil langkah progresif dengan mendukung pembentukan Subsidiary Body on Article 8(j),” ungkap Eustobio.

Delegasi Indonesia dalam pernyataan terakhirnya menekankan komitmen untuk mendukung pengakuan Masyarakat Adat. Dukungan ini juga diiringi dengan semangat kompromi antar negara anggota Konvensi Keanekaragaman Hayati sebagai dasar perubahan sikap.

Selain itu, Eustobio menegaskan bahwa langkah ini telah menempatkan Masyarakat Adat sebagai aktor penting dalam implementasi Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF). “Diharapkan pemerintah Indonesia serius melibatkan Masyarakat Adat dalam pengambilan keputusan dan pemenuhan hak-hak mereka,” tambahnya.

Dalam realisasinya, menurut Eustobio, pemerintah Indonesia perlu segera menyelaraskan kebijakan nasionalnya dengan komitmen tersebut, termasuk melalui pengesahan UU Masyarakat Adat. “Pemerintah Indonesia perlu memadukan komitmen ini dengan strategi Keanekaragaman Hayati Indonesia untuk memastikan pengakuan dan perlindungan penuh terhadap Masyarakat Adat dan wilayah adatnya,” pungkas Eustobio.