Laut Cina Selatan dan Jalan Panjang Pembangunan Pulau Thitu
Berita Baru, Internasional – Pulau Thitu merupakan pulau terbesar di gugusan Kepulauan Spratly yang diduduki oleh Filipina. Kepulauan Spratly sendiri merupakan gugusan kepulauan di Laut Cina Selatan yang dipersengketakan beberapa negara di sekitarnya. Menurut analisis citra satelit AMTI, Cina telah mempertahankan keberadaan milisi yang hampir konstan di sekitar Pulau Thitu selama lebih dari 450 hari.
Cina pertama kali mengerahkan kapal-kapal milisi di sekitar Pulau Thitu pada Desember 2018 sebagai tanggapan atas upaya Filipina untuk memperbaiki landasan pacu dan melakukan peningkatan lainnya di pulau Thitu.
Sejak saat itu, armada milisi Cina di sana meningkat dalam ukuran kapal perang, meskipun sedikit dalam jumlah kapal. Sesekali memang mereka menghilang. Akibatnya, Filipina hanya membuat sedikit kemajuan dalam peningkatan fasilitas di pulau Thitu sesuai yang direncanakan. Namun ada tanda-tanda itu bisa berubah.
AMTI mencapai kesimpulan ini setelah memeriksa data citra satelit dari PlanetLabs yang dikumpulkan dari 2 Desember 2018 sampai 2 Maret 2020.
Demi konsistensi data, kapal yang masuk dalam data hanya dihitung jika berada di dalam area 32 mil persegi laut. Area itu mencakup terumbu karang dan bak pasir di sebelah barat Thitu, di mana area itu merupakan tempat sebagian besar armada milisi berkumpul.
Selain itu, gambar kapal dari satelit yang kurang dari 50 persen dari area target atau 50 kapal tertutup awan, tidak dimasukkan dalam data.
Secara total, AMTI dapat menghitung jumlah kapal selama 208 hari dari 459 hari. Dari angka itu, maka bisa dikatakan bahwa setiap hari di sekitar Pulau Thitu rata-rata ada 18 kapal Cina. Angka ini menunjukkan jumlah minimum kapal Cina yang hadir pada hari tertentu. Ada kemungkinan lebih banyak yang tidak terhitung karena tertutup awan atau di luar area bingkai gambar.
Awalnya, milisi Cina dikerahkan di sekitar Thitu pada awal Desember 2018. Jumlah mereka memuncak akhir bulan itu ketika Filipina membawa pasokan yang dibutuhkan untuk perbaikan mereka.
Lalu mereka melonjak lagi pada Februari 2019. Pada bulan April 2019, Armed Forces of the Philippines atau Angkatan Bersenjata Filipina secara terbuka mengakui bahwa mereka telah memantau ratusan kapal Cina di sekitar pulau Thitu.
Jumlah kapal milisi kemudian menyusut selama beberapa bulan. Pada awal Juni, Ramon Tulfo selaku utusan khusus Filipina untuk Cina bersikeras mengatakan bahwa pemerintah Cina telah menarik semua kapalnya sebagai isyarat niat baik.
Ini tidak benar, dan dalam beberapa minggu jumlah mereka meledak lagi dan tetap meningkat hingga pertengahan Juli.
Perahu-perahu milisi tetap berada di dekat pulau Thitu hampir setiap hari sejak saat itu. Jumlah mereka melonjak lagi pada Agustus, September, dan Desember. Misalnya, citra dengan resolusi lebih tinggi yang dikumpulkan oleh Maxar pada 18 Desember mengungkapkan 88 kapal Cina berkeliaran di dekat pulau Thitu.
Seperti biasa, bukti menunjukkan bahwa kapal-kapal ini tidak menangkap ikan. Sebagian besar adalah kapal penangkap ikan, namun mereka diam saja, dan jelas mereka tidak menangkap ikan sama sekali.
Selain itu, dari citra VIIRS pada periode ini tidak menunjukkan bukti adanya lampu digunakan untuk menangkap ikan pada malam hari. Hal ini menunjukkan bahwa mereka konsisten dengan perilaku kapal sejak Desember 2018 — kapal “penangkap ikan” di sekitar Thitu terlibat dalam pengawasan dan intimidasi, bukan penangkapan ikan.
Dan seperti biasanya terjadi ketika jumlah mereka meningkat, kapal-kapal milisi disertai oleh kapal pemerintah, dalam hal ini Shuwu-class China Coast Guard 5103. Kapal itu, yang kemudian dikenal sebagai China Marine Surveillance 84, berpartisipasi dalam pertikaian 2012 dengan kapal Filipina di Scarborough Shoal.
Lonjakan kedatangan milisi Cina di pulau Thitu ini terus berlanjut selama dua bulan pertama tahun 2020. Hal itu seperti yang dilaporkan Filipina bahwa pihaknya telah memantau 136 kapal unik Cina di pulau Thitu dalam periode itu. Gambar 13 Februari dari Maxar menangkap hampir 40 kapal milisi, kali ini didampingi oleh China Coast Guard kelas 940 Xiang Yang Hong 9401.
Gambar yang sama menunjukkan empat kapal stasioner, tiga di antaranya dalam posisi bersatu, di tepi barat laguna. Itu adalah tepat di sebelah apa yang sering disebut Sandy Cay. Sandy Cay adalah lokasi terjauh dari Thitu dan paling dekat dengan Subi Reef. Terbuat dari beberapa gundukan pasir yang diciptakan oleh endapan yang melayang dari pulau buatan Cina yang baru dibangun di Subi.
Kapal-kapal, yang tampaknya bukan kapal penangkap ikan seperti kebanyakan kapal lain, tiba di posisi ini pada 16 Januari dan tidak pergi sampai setidaknya 25 Februari. Durasi itu, tampaknya menjadi pertama kalinya bahwa masing-masing kapal tetap di satu tempat untuk begitu lama, meskipun apa yang mereka lakukan selama enam minggu itu tidak jelas.
Sementara itu, Filipina perlahan-lahan membuat kemajuan dalam pekerjaan peningkatannya di Thitu setelah penundaan berulang. Para pejabat pemerintah Filipina secara konsisten menyalahkan penundaan cuaca buruk, tetapi tampaknya kehadiran milisi Cina yang konstan mempunyai berperan.
Kapal tongkang pertama untuk memperbaiki landasan pacu tiba pada Mei 2018. Lalu pada bulan Desember, pemerintah telah mengalihkan fokusnya untuk membangun jalan landai di utara landasan pacu agar lebih mudah membawa pasokan dan peralatan untuk pekerjaan perbaikan.
Inilah yang tampaknya telah memicu penyebaran awal milisi Cina. Pada Januari 2019, citra satelit menunjukkan bahwa Filipina melakukan pekerjaan pengerukan dan penimbunan yang lebih ambisius daripada yang dibutuhkan untuk membangun tanjakan. Citra yang lebih baru menjelaskan konstruksi yang sedang berlangsung.
Citra satelit 6 Juni 2019, menunjukkan dua kapal tongkang ditarik ke pulau Thitu. Kapal tongkang pertama memuat pasir dan material untuk mengisi landasan pacu yang merupakan pekerjaan yang telah ditunda selama berbulan-bulan.
Sementara kapal tongkang kedua merupakan kapal pembongkaran pasokan di jalan landai, seperti yang dikatakan oleh Delfin Lorenzana selaku Menteri Pertahanan bahwa 60 persen jalan landai itu akan selesai sebulan kemudian.
Citra satelit itu juga menunjukkan bahwa wilayah utara tanjakan tepi pantai, tempat beberapa saluran dikeruk pada awal tahun, telah dibersihkan dari pasir. Ini yang paling menarik: adanya tembok penahan dibangun untuk memisahkan saluran keruk ini dari area pantai yang baru dibuat di sebelah timur.
Pada tanggal 3 Oktober, citra satelit menunjukkan landasan yang runtuh sebagian besar diisi dengan pasir baru. Sementara itu pengerukan masih terus berlangsung di daerah utara jalan landai. Dan juga mereka juga membuat galian untuk saluran dari daerah ini ke tepi terumbu. Jalur pendaratan juga telah meluas, mungkin dari pasir yang tersimpan dalam kapal keruk.
Citra satelit terbaru pada tanggal 13 Februari menunjukkan adanya pembaruan pada apa yang mereka lakukan. Perbaikan landasan terus berlanjut. Tetapi sebagian besar pengerukan ke utara selesai dan tampaknya jelas bahwa daerah ini sedang berubah menjadi pelabuhan kecil.
Ini harus meningkatkan kualitas hidup bagi nelayan sipil pulau Thitu, membuat pasokan lebih mudah, dan memfasilitasi konstruksi terencana lainnya seperti pabrik desalinasi, panel surya, dan perumahan yang lebih baik.
Ini juga dapat memungkinkan Philippine Navy dan lembaga penegak hukum untuk secara bergiliran mengerahkan kapal ke pulau Thitu untuk pertama kalinya. Bagaimana tanggapan milisi CIna, dan apakah mereka akan terus mengancam pulau Thitu begitu perbaikan selesai, masih merupakan pertanyaan.
AMTI menjelaskan peran Milisi Maritim Cina dalam video singkat ini yang menampilkan citra beresolusi tinggi dari Pulau Thitu dan Loaita Cay:
Penerjemah | Ipung |
Sumber | AMTI/CSIS |