Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

BEM FISIP Unair
BEM FISIP Unair dibekukan karena mengirim karangan bunga kritik pelantikan Prabowo-Gibran. Foto: Istimewa.

Pembekuan BEM FISIP Unair Dikritik sebagai Tindakan Anti Demokrasi dan Kebebasan Akademik



Berita Baru, Surabaya – Keputusan Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) untuk membekukan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP memicu kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak. Pembekuan yang disampaikan melalui surat elektronik pada Jumat (25/10/2024) ini diduga terjadi karena pemasangan karangan bunga yang berisi kritik terhadap pelantikan PrabowoGibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI.

Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) dalam pernyataan mereka menilai keputusan ini sebagai tindakan represif yang mengancam demokrasi dan kebebasan akademik. “Pembekuan BEM FISIP Unair adalah langkah yang tidak demokratis dan melanggar hak kebebasan berekspresi yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) dan 28F UUD 1945. Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik melalui UU No. 12 Tahun 2005,” ujar perwakilan TAUD.

Menurut TAUD, kebebasan berekspresi dan berpendapat dapat dibatasi hanya dalam situasi tertentu dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Namun, mereka menilai tindakan ini tidak dapat dibenarkan. “Pembekuan ini tidak masuk akal dan merupakan pelanggaran terhadap hukum dan hak asasi manusia,” lanjutnya.

Selain itu, TAUD menyatakan bahwa pembekuan BEM FISIP Unair ini melanggar kebebasan akademik yang diakui dalam Magna Charta Universitatum serta Undang-Undang No. 12 Tahun 2020 tentang Pendidikan Tinggi, yang menjamin kebebasan akademik dan otonomi keilmuan di perguruan tinggi. “Ini melukai kebebasan akademik dan bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan tinggi,” tegas TAUD.

KontraS, dalam siaran persnya yang diterbitkan di Instagramnya, @kontras-update, pada Senin (28/10/2024), juga mengecam langkah pembekuan tersebut, mengingat hak kebebasan berserikat dan berpendapat yang tercantum dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, hak fundamental yang menjadi bagian dari semangat reformasi 1998.

“Kami menuntut Universitas Airlangga dan Kementerian Pendidikan Tinggi untuk segera mengevaluasi kebijakan ini dan mencabut pembekuan BEM. Setiap pejabat kampus yang terlibat harus dievaluasi dan diberi tindakan yang tegas,” kata perwakilan TAUD dalam pernyataan pers.

TAUD juga mendesak pemerintah untuk lebih menjamin kebebasan akademik dan menghindari praktik yang melahirkan budaya anti kritik. Mereka memperingatkan bahwa pembekuan ini dapat membungkam nalar kritis di lingkungan akademik serta menimbulkan iklim ketakutan di kalangan mahasiswa dan masyarakat luas.