Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

YLBHI
Masyarakat dari berbagai elemen, seperti, mahasiswa, buruh, aktivis, akademisi, figur publik dan kelompok-kelompok lainnya di berbagai wilayah, termasuk di Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan daerah lain, menggelar aksi damai pada Kamis (22/8/2024)

YLBHI Desak Jokowi Bertanggung Jawab Atas Pembubaran Aksi Damai Dan Pembatasan Ruang Demokrasi



Berita Baru, Jakarta – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengeluarkan pernyataan tegas terkait pembubaran aksi dan diskusi publik di Jakarta yang terjadi selama dua hari berturut-turut, menyebutkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo harus bertanggung jawab atas tindakan tersebut. YLBHI menuding bahwa tindakan aparat kepolisian yang tidak melindungi aksi-aksi damai menunjukkan adanya keterlibatan negara dalam membatasi ruang demokrasi.

Pada Jumat (27/9/2024), aksi damai Global Climate Strike atau Jeda Iklim Global di Taman Menteng, Jakarta, dibubarkan oleh sekelompok preman yang berteriak untuk membubarkan aksi serta merampas properti milik peserta aksi seperti manekin, poster, banner, dan alat pengeras suara. Polisi yang seharusnya bertugas mengamankan jalannya aksi, hanya diam dan tidak bertindak. “Polisi tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan pembubaran ini. Mereka hanya berdiri menyaksikan,” ujar YLBHI dalam siaran persnya pada Minggu (29/9/2024).

Aksi Jeda Iklim ini menyoroti isu-isu besar seperti “7 Dosa Mematikan yang Dilakukan Rezim Mulyono” dan menyerukan ‘Mengarak Raja Jawa’. Pembubaran ini menjadi sorotan karena terjadi di ruang publik yang seharusnya menjamin kebebasan berpendapat.

Keesokan harinya, Sabtu, 28 September 2024, dua kegiatan publik lainnya juga mengalami pembubaran. Diskusi Forum Tanah Air yang dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat seperti Din Syamsuddin dan Refly Harun di Hotel Kemang dibubarkan paksa oleh kelompok preman yang merangsek masuk dan mengobrak-abrik ruangan. Lagi-lagi, aparat kepolisian yang berada di lokasi tidak melakukan tindakan apapun untuk menghentikan pembubaran.

Selain itu, aksi September Hitam yang rencananya digelar di Skate Park Dukuh Atas, Jakarta Selatan, juga dibubarkan langsung oleh aparat kepolisian. Aksi ini bertujuan untuk memperingati tragedi pelanggaran HAM berat dalam sejarah Indonesia, sekaligus mengkritik pemerintahan Jokowi. “Aparat justru membubarkan aksi ini dengan tindakan represif, yang jelas bertentangan dengan kewajiban mereka untuk melindungi kebebasan berpendapat,” ujar YLBHI dalam rilis persnya.

YLBHI juga menyoroti insiden serupa yang terjadi di Pati dan Sulawesi Selatan, di mana aksi-aksi protes masyarakat mendapat intimidasi dan represi. “Pembiaran oleh polisi terhadap kekerasan yang dilakukan oleh kelompok preman, serta pembubaran aksi oleh aparat, menjadi bukti bahwa rezim Jokowi menggunakan aparat sebagai perpanjangan tangan untuk mempertahankan kekuasaan,” tegas YLBHI.

Berdasarkan Standar Norma dan Pengaturan Nomor 3 Komnas HAM RI tentang Hak Atas Kebebasan Berkumpul dan Berorganisasi, polisi berkewajiban untuk menjaga keamanan para peserta aksi dan mencegah terjadinya gesekan fisik. Namun, dalam kasus ini, tindakan polisi justru sebaliknya. “Ini adalah pelanggaran serius terhadap hak kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh konstitusi,” tambah YLBHI.

YLBHI mendesak Polri untuk segera melakukan penyidikan terhadap para pelaku pembubaran aksi dan diskusi, serta meminta Jaksa untuk menuntut mereka di pengadilan. “Istana Negara, khususnya Presiden Jokowi, harus bertanggung jawab atas pembubaran-pembubaran paksa ini,” pungkas YLBHI.