Konferensi Kekayaan Intelektual China Soroti Peran Indikasi Geografis dalam Dorong Ekonomi dan Budaya Lokal
Berita Baru, Beijing – Berisi stan-stan yang memamerkan buah jeruk pomelo, pir, jamur, serta menguarkan aroma teh hitam, kue bulan, dan mi beras pedas nan menggoda, sebuah aula pameran dapat dengan mudah disalahartikan sebagai pameran makanan. Namun, pameran ini sebenarnya merupakan bagian dari konferensi kekayaan intelektual.
Produk-produk tersebut, dipamerkan dalam Konferensi Kekayaan Intelektual China (China Intellectual Property Conference) ke-13 yang digelar pekan lalu di Beijing, semuanya mengusung nama yang sama, yakni indikasi geografis (geographical indication/GI).
Dilansir dari laman Xinhua News pada Rabu (18/9/2024), GI merupakan jenis kekayaan intelektual yang menandai asal-usul spesifik dari suatu produk dan kualitas atau reputasi yang terkait dengan lokasi tersebut. GI berfungsi sebagai tanda kualitas, yang membedakan produk tersebut dari pesaingnya. Contoh GI yang terkenal adalah Sampanye Prancis dan Kweichow Moutai China. Di area ekshibisi GI dalam konferensi tersebut, produk-produk GI domestik China dari Guangxi, Guangdong, dan Shaanxi menarik banyak pengunjung, fotografer, dan vlogger.
Menurut data terbaru yang dirilis oleh otoritas kekayaan intelektual China, negara itu hingga akhir Agustus telah menyetujui 2.523 produk GI dan mendaftarkan 7.385 merek dagang GI. Kualitas dan kuantitas produk dan merek dagang GI China termasuk yang teratas di dunia. Produk dengan GI tidak hanya menjadi pilihan utama bagi konsumen, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi regional dan industri lokal.
Jamur Zhashui, produk khas dari wilayah Zhashui di Provinsi Shaanxi, menarik banyak konsumen dalam konferensi itu. Produk ini sangat bergizi berkat lingkungan geografis dan kondisi iklim setempat. Staf di stan pameran tersebut mengatakan bahwa pemerintah setempat telah membangun kawasan industri modern dan bekerja sama dengan tim penelitian ilmiah untuk mendorong industri itu. Produk GI China tersebut juga telah mendapatkan pendaftaran merek dagang Uni Eropa (UE), menandai masuknya produk itu ke pasar internasional.
Hu Wenhui, yang menjabat sebagai wakil komisaris Administrasi Kekayaan Intelektual Nasional China (China National Intellectual Property Administration/CNIPA), mengatakan bahwa nilai output tahunan langsung GI China telah meningkat secara konsisten sejak 2020. Pada 2023, nilai output langsung GI di China melampaui 961 miliar yuan (1 yuan = Rp2.162).
Selain mendongkrak ekonomi, GI berperan penting dalam melindungi budaya daerah. Sulaman Suzhou dari Zhenhu, Provinsi Jiangsu, tidak hanya merupakan salah satu GI China, melainkan juga warisan budaya takbenda yang telah berusia 2.000 tahun. Sulaman ini kembali populer melalui lisensi kekayaan intelektual dan kolaborasi untuk produk-produk modern, seperti jam tangan, headset, dan bahkan video game.
Dalam sebuah sesi diskusi tentang integrasi komunikasi budaya GI dengan nilai modern, Zhang Xue, seorang pewaris sulaman Suzhou, mengatakan bahwa timnya telah mengajukan permohonan 42 paten dan lebih dari 1.000 hak cipta.
Produk-produk GI khusus global, seperti saus ikan Thailand, juga mendapat perhatian signifikan dalam konferensi tersebut. China menekankan pentingnya kerja sama GI internasional. Total 110 GI China telah mendapat kepastian perlindungan secara global, sementara 142 produk dari Prancis, Inggris, Amerika Serikat, Meksiko, Uni Eropa, serta negara dan kawasan lain telah menerima perlindungan GI di China.
Guo Wen, seorang pejabat senior CNIPA, mengatakan dalam konferensi tersebut bahwa China akan terus meningkatkan upaya perlindungan GI dengan membangun zona percontohan dan menegakkan hukum yang lebih ketat. China berharap dapat bekerja sama dengan komunitas global untuk memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat, tutur Guo.