Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penghentian Kekerasan Aparat terhadap Aksi Demonstrasi
Diskusi Tim Advokasi untuk Demokrasi (Taud)

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penghentian Kekerasan Aparat terhadap Aksi Demonstrasi



Berita Baru, Jakarta – Ribuan warga di berbagai daerah menggelar aksi demonstrasi antara 22 hingga 26 Agustus 2024, menanggapi manuver politik pemerintah dan Baleg DPR. Aksi massa ini dipicu oleh seruan “Peringatan Darurat” yang muncul di media sosial pada 21 Agustus. Berdasarkan laporan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), 44 wilayah di Indonesia menggelar aksi protes yang menuntut pemerintah agar lebih memperhatikan kepentingan masyarakat.

Namun, respon negara terhadap aksi damai ini menuai kritik tajam. Aparat TNI dan Polri dikritik karena melakukan pengamanan berlebihan yang berujung pada tindakan kekerasan terhadap demonstran. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat setidaknya 254 korban mengalami luka, serta 380 orang lainnya ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang.

Tim Advokasi untuk Demokrasi (Taud), yang terdiri dari sejumlah koalisi masyarakat sipil, merangkum beberapa pelanggaran yang dilakukan aparat dalam pengamanan demonstrasi tersebut:

1. Penangkapan Disertai Kekerasan

Aparat TNI/Polri dilaporkan melakukan penangkapan secara sewenang-wenang dengan disertai kekerasan fisik. “Beberapa massa aksi mengalami tindakan kekerasan seperti dipukul, diinjak, dan diseret oleh aparat,” jelas laporan Taud. Aparat juga menggunakan alat seperti baton dan perisai dalam aksi kekerasan tersebut.

2. Penyiksaan dan Perlakuan Tidak Manusiawi

Saat terjadi kerusuhan dalam beberapa demonstrasi, aparat dilaporkan melakukan penyiksaan terhadap massa yang tak lagi memberikan perlawanan. Penyiksaan ini dinilai memenuhi unsur penghukuman yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.

3. Penggunaan Gas Air Mata Secara Berlebihan

Gas air mata digunakan secara masif oleh aparat kepolisian dalam upaya membubarkan massa aksi di berbagai kota. Penggunaan gas air mata ini dinilai berlebihan dan menyebabkan kepanikan di kalangan demonstran.

4. Penghilangan Paksa Berjangka Pendek

Penangkapan yang dilakukan oleh aparat sering kali tanpa pemberitahuan jelas terkait korban yang ditangkap. Selain itu, pendamping hukum juga mengalami kesulitan untuk mengakses korban yang ditahan, menunjukkan indikasi adanya tindakan penghilangan paksa jangka pendek.

5. Serangan Digital

Selain kekerasan fisik, massa aksi juga menjadi korban serangan digital. Serangan ini dilakukan melalui akun pribadi aparat TNI/Polri yang secara terang-terangan mengancam dan mengintimidasi demonstran.

6. Hambatan Akses Bantuan Hukum

Pendamping hukum dilaporkan mengalami kesulitan dalam mendampingi massa aksi yang ditangkap, meskipun Pasal 54 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana menjamin hak setiap tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum. Penghalang-halangan ini dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap hak konstitusional warga.

7. Pelibatan TNI dalam Pengamanan Aksi

Pelibatan aparat TNI dalam pengamanan aksi demonstrasi dipertanyakan oleh koalisi masyarakat sipil. TNI yang tidak dilatih untuk menangani warga sipil dikhawatirkan dapat meningkatkan jumlah korban.

Tuntutan Koalisi

Koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah dan parlemen untuk menghentikan manuver politik yang merugikan rakyat dan tidak menghormati konstitusi. Selain itu, mereka meminta Polri menyelidiki kekerasan yang terjadi selama aksi demonstrasi dan memberikan hukuman pada anggota yang melanggar prosedur. Lembaga seperti Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman juga diharapkan melakukan investigasi independen terkait tindakan aparat dalam menangani demonstrasi, serta memberikan rekomendasi kebijakan yang memastikan tindakan serupa tidak terulang.

Koalisi juga menegaskan bahwa pengamanan aksi demonstrasi harus dilakukan dengan pendekatan humanis, menghormati hak asasi manusia, dan melindungi hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum.