Komnas Perempuan Desak Pemerintah Implementasikan Kebijakan Penghapusan Sunat Perempuan di Semua Usia
Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan apresiasi atas penghapusan praktik sunat perempuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Dalam pernyataannya, Komnas Perempuan mendorong agar kebijakan ini tidak hanya diterapkan pada bayi, balita, dan anak prasekolah, tetapi juga berlaku untuk perempuan di semua umur.
Kebijakan penghapusan sunat perempuan ini merupakan bagian dari upaya kesehatan sistem reproduksi yang diatur dalam Pasal 100-102 PP Kesehatan. “Kami menegaskan bahwa kebijakan ini harus memastikan implementasinya berlaku bagi semua lapisan usia, demi melindungi kesehatan dan hak-hak perempuan secara menyeluruh,” ujar Komnas Perempuan dalam lembar pernyataan sikap resmi yang diterbitkan pada Rabu (28/8/2024).
Komnas Perempuan juga menyoroti pentingnya mengedukasi masyarakat, terutama terkait bahaya sunat perempuan dari sudut pandang kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan bersama Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2017, sebanyak 92% alasan orang tua melakukan sunat perempuan didasarkan pada pemahaman agama. Padahal, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 2022 telah mengeluarkan fatwa bahwa praktik pemotongan atau pelukaan genitalia perempuan (P2GP) tanpa alasan medis adalah haram.
Praktik sunat perempuan di Indonesia hingga saat ini masih terjadi, baik secara simbolis maupun yang menyebabkan pelukaan pada genitalia perempuan. Kajian Komnas Perempuan di Gorontalo pada 2023 mencatat bahwa alasan melakukan sunat bagi anak perempuan adalah untuk menghilangkan dosa waris seperti sikap binal dan menentang suami. Sementara itu, sunat pada anak laki-laki dilakukan dengan alasan kesehatan dan kenikmatan seksual.
Komnas Perempuan menekankan bahwa kebijakan ini menguatkan jaminan konstitusional terhadap perlindungan dari diskriminasi berbasis gender dan hak atas kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. “Penghapusan praktik sunat perempuan merupakan langkah maju dalam pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia,” tegas Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan juga mengingatkan agar roadmap pencegahan sunat perempuan yang menyasar berbagai elemen masyarakat dijalankan dengan langkah nyata dan terukur. Mereka mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPA) untuk melakukan koordinasi antar kementerian terkait pencegahan sunat perempuan. Selain itu, Kementerian Kesehatan (KEMENKES) diharapkan mengembangkan kebijakan yang melarang keras tenaga kesehatan untuk memberikan layanan sunat perempuan.
“Kami mendesak pemerintah untuk serius dalam mengimplementasikan kebijakan ini, termasuk mengintegrasikan bahaya sunat perempuan ke dalam kurikulum pendidikan, dan melibatkan berbagai kementerian terkait untuk memastikan praktik ini benar-benar dihentikan di seluruh lapisan masyarakat,” tambah Komnas Perempuan.
Komnas Perempuan juga menegaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan berbagai konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, termasuk Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan Konvensi Hak Anak (CRC). Mereka berharap kebijakan ini dapat mencegah tindak pemaksaan, pengucilan, pelecehan, serta diskriminasi terhadap perempuan yang telah mengalami sunat.
Dengan adanya kebijakan ini, Komnas Perempuan berharap pemerintah dapat menunjukkan komitmennya dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak di Indonesia. “Penghapusan praktik sunat perempuan adalah bukti nyata bahwa Indonesia berkomitmen untuk melindungi hak asasi manusia dan kesehatan reproduksi perempuan,” pungkas Komnas Perempuan.