Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Indonesia
Para tamu mengunjungi Konferensi Industri Pasokan Tenaga Listrik ke-24 di Xiamen, Provinsi Fujian, China tenggara, pada 20 Oktober 2023. (Xinhua/Lin Shanchuan)

China Tegaskan Komitmen Kerja Sama Asia dalam Perubahan Iklim di Indonesia Net-Zero Summit 2024



Berita Baru, Jakarta – Pemerintah China kembali menegaskan komitmennya untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara Asia dalam isu perubahan iklim melalui kerja sama Selatan-Selatan maupun green Belt and Road Initiative (BRI) atau Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra hijau.

“China akan terus memperkuat konsep komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia dan mempercepat pencapaian target karbon ganda kami,” kata Utusan Khusus China untuk Perubahan Iklim Liu Zhenmin dalam acara Indonesia Net-Zero Summit 2024 di Jakarta, sebagaimana dikutip dari laman Xinhua News pada Minggu (25/8/2024)

Konferensi Indonesia Net-Zero Summit 2024 digelar oleh organisasi wadah pemikir (think tank) Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari pembuat kebijakan, para ahli, aktivis, perwalian beberapa negara mitra, hingga selebritas.

China sebelumnya telah menetapkan target emisi karbon ganda, yakni mencapai puncak emisi pada 2030 dan mencapai netralitas karbon pada 2060. Guna mencapai tujuan tersebut, China telah meningkatkan ketersediaan energi terbarukan dengan kapasitas terpasang mendekati 52 persen pada akhir tahun lalu, untuk pertama kalinya melampaui kapasitas pembangkit energi fosil.

 

China bersedia memperkuat kerja sama dengan negara-negara di kawasan untuk mengatasi perubahan iklim. Lebih lanjut, Liu menyebut negara-negara Asia saat ini berada di posisi yang sangat krusial dalam tahapan transisi energi. Liu menyarankan tiga pendekatan penting terkait perubahan iklim, yakni memperkuat multilateralisme, mendorong transisi energi yang adil, dan menjalin kerja sama teknologi.

Proteksionisme dan langkah-langkah unilateral menurut Liu berisiko menimbulkan hambatan signifikan, salah satunya berupa meningkatnya biaya teknologi untuk transisi energi.