Pemerintah Relaksasi Aturan untuk Mempermudah Pendanaan PLTS dari Luar Negeri
Berita Baru, Jakarta – Pemerintah terus berupaya memperlancar arus investasi untuk mendorong proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Indonesia. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Rachmat Kaimuddin, menyebutkan bahwa pelaku usaha PLTS masih kesulitan mendapatkan dana dari lembaga keuangan luar negeri.
Menurut Rachmat, mayoritas lembaga keuangan asing memiliki kriteria atau syarat tertentu yang menyulitkan pelaku usaha PLTS di Indonesia. Salah satu syarat tersebut adalah pencantuman Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Kalau mau dapat pembiayaan luar negeri harus mencantumkan TKDN, berarti kita nggak bisa dapat uang dari World Bank, ADB (Asian Development Bank), Islamic Development Bank, semua nggak. Jadi, ini harus dibuka itu supaya bisa sekarang,” ungkap Rachmat dalam konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Rabu (8/7/2024).
Rachmat juga menyoroti bahwa industri PLTS dalam negeri jarang memenuhi TKDN sebesar 40% untuk 2024 dan 60% pada 2025. Faktor utama yang menjadi penghambat adalah kualitas komponen teknologi dalam negeri yang masih perlu ditingkatkan.
“Teknologinya berkembang terus, jadi saat ini kita juga lagi mengundang supplier-supplier atau pabrikan-pabrikan yang bisa bikin dengan teknologi yang cocok dengan kondisi sekarang. Tentunya yang ada sekarang kita juga dorong untuk bisa berinvestasi lebih supaya bisa sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah melakukan relaksasi aturan agar proyek PLTS dapat memperoleh pendanaan dari luar negeri. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34/2024 yang merevisi Permenperin 4/2017 serta Peraturan Menteri ESDM (PermenESDM) 11/2024 adalah dua regulasi yang direvisi untuk merelaksasi TKDN yang dibutuhkan untuk proyek ketenagalistrikan. Dengan revisi tersebut, proyek PLTS dapat tidak memenuhi TKDN asal mendapatkan hibah dari luar negeri.
Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pelaku usaha. Pendanaan harus berjumlah minimal 50% dari total kebutuhan proyek, perjanjian hibah atau pinjaman luar negeri harus diteken selambat-lambatnya pada 2024, dan pemerintah memberi jangka waktu importasi PLTS maksimal setahun.
“Jadi nggak boleh impor lama-lama gitu, kan. Itu mungkin bisa dipertimbangkan untuk mendapatkan relaksasi impor modulnya atau sebagainya (komponen PLTS),” ujar Rachmat.
Rachmat juga menjelaskan bahwa persetujuan untuk mendapatkan relaksasi impor harus diperoleh dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. “Rakor yang dipimpin oleh Menko yang membidangi mineral-energi. Dalam hal ini Menko Marves dan biasanya di Menko Marves. Kebetulan Menko Marves itu Kepala Satgas Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN),” jelas dia.