Didik J Rachbini: Anies-Shohibul, Duet Mantan Rektor Paramadina yang Mengguncang Jakarta
Berita Baru, Jakarta – Kehadiran pasangan Anies Baswedan dan Shohibul Iman dalam Pilkada Daerah Khusus Jakarta (DKJ) berhasil menarik perhatian publik secara nasional. Dalam beberapa gelaran Pilkada di Jakarta menjadi barometer politik nasional karena para gubernurnya sering menjadi tokoh nasional yang berpotensi menjadi Presiden pada periode berikutnya.
Didik J Rachbini, Rektor Universitas Paramadina, menyatakan bahwa Pilkada Jakarta menarik perhatian karena Anies Baswedan dan Shohibul Iman, keduanya mantan rektor Universitas Paramadina.
“Universitas Paramadina tidak besar dengan jumlah mahasiswa yang sangat banyak, tetapi juga tidak kecil karena pada saat ini jumlah mahasiswanya hampir 6000 orang. Dengan kehadiran tokoh-tokoh yang hebat, Universitas Paramadina ke depan akan semakin dikenal, dipercaya dan diminati oleh masyarakat dan publik secara luas sehingga akan menjadi universitas yang besar,” ujarnya.
Selain Anies dan Shohibul Iman, ada beberapa tokoh lain dari Universitas Paramadina yang telah tampil di panggung nasional, seperti Sudirman Said, Sandiaga Uno, Jusuf Kalla, dan Tia Rahmania.
“Paramadina secara faktual ada Yayasan, Universitas, pengajian, dan aktivitas kemasyarakatan lainnya. Paramadina yang didirikan Nurcholish Madjid dan kawan-kawannya ini sejatinya adalah sebuah gerakan pemikiran, intelektual, sosial pendidikan, aktivisme dan lainnya,” jelas Didik.
Didik juga menambahkan bahwa Paramadina tidak berpolitik praktis dan menerima semua kalangan. “Ketika Anies menjadi calon gubernur atau calon presiden, di Paramadina ada yang memilihnya ada yang tidak sesuai keyakinan masing-masing. Paramadina memang seperti ini karena memang bukan partai politik,” katanya.
Pilkada Jakarta kali ini sangat menarik karena PKS, yang memenangkan pemilihan legislatif di Jakarta, bergerak lebih awal untuk mendukung Anies. “Di dalam Pilkada DKJ ini sudah jelas Anies paling tinggi daya jual dan elektabilitasnya. PKS dalam hal ini bergerak lebih awal dengan semangat merebut lebih dahulu ketimbang Nasdem dan PKB,” ungkap Didik.
Meski demikian, Didik mengingatkan bahwa politik di Indonesia sangat dinamis dan pasangan Anies-Shohibul (disebut pasangan “Aman”) masih bisa berubah sebelum penetapan resmi oleh KPUD. “Ini ciri politik Indonesia yang sama sekali tidak memiliki ideologi apa pun, kecuali transaksional belaka,” tegasnya.
Anies sendiri memandang Pilkada ini sebagai langkah penting menuju Pilpres 2029. “Bagi Anies sendiri, Pilkada ini turun pangkat tetapi penting untuk persiapan Pilpres 2029. Jika mundur dari politik sudah pasti namanya lenyap dari peredaran,” kata Didik.
PKS, yang meraih suara terbanyak di Jakarta, membutuhkan koalisi dengan partai lain untuk mencalonkan Anies. “PKS paling sukses dan paling tinggi perolehan suaranya di Jakarta. Tetapi untuk urusan pencalonan gubernur tidak bisa sendiri sehingga memerlukan kawan partai lain,” jelas Didik.
Pasangan Anies-Shohibul berpotensi menghadapi banyak tantangan politik. “Pasangan Aman bisa bubar karena proses lobi yang intensif, atraktif bahkan liar tetapi Anies akan menjadi rebutan sehingga menjadi calon paling potensial,” tambah Didik.
Didik juga mencatat bahwa Pilkada Jakarta memiliki implikasi besar terhadap politik nasional 2029, khususnya Pilpres. “Jadi Pilkada DKJ ini sangat jelas berhubungan langsung dengan politik 2029, khususnya Pilpres,” pungkasnya.