JATAM Kritik Kebijakan Jokowi yang Beri Izin Tambang ke Ormas
Berita Baru, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengkritik keras kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan. Kebijakan ini dianggap sebagai cerminan watak rezim Jokowi yang rakus dan tamak.
Wacana pemberian izin tambang kepada ormas pertama kali muncul pada tahun 2023, empat bulan sebelum Pemilu Pilpres, Pil-DPD, dan Pileg. Hal ini tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi, yang diteken Jokowi pada 16 Oktober 2023. Selanjutnya, lima bulan sebelum Pilkada Serentak 2024, Jokowi menandatangani PP 25/2024 yang memuluskan jalan ormas keagamaan untuk terjun ke bisnis tambang.
PP 25/2024, yang merupakan perubahan atas PP 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dinilai oleh JATAM sebagai langkah legalisasi keserakahan. “PP 25/24 hanyalah salah satu dari rentetan kebijakan rezim Jokowi dalam mengobral kekayaan alam,” ujar JATAM dalam siaran persnya, Senin (3/6/2024).
JATAM menilai bahwa kebijakan ini bukan hanya bentuk balas jasa bagi penyokong politik Jokowi, tetapi juga upaya mempertahankan pengaruh politik setelah masa jabatan berakhir pada Oktober 2024. Mereka menyebut pola ini sering terjadi, seperti pada revisi UU Minerba dan pengesahan UU Cipta Kerja yang memberi keuntungan besar bagi pebisnis tambang.
“Dalih bahwa tambang bisa mendorong kesejahteraan bagi ormas keagamaan juga omong kosong,” tegas JATAM. Mereka menambahkan bahwa industri tambang bersifat padat modal dan teknologi, serta tidak berkelanjutan. Ekonomi tambang dianggap rapuh, rakus tanah, dan air, serta berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Saat ini, terdapat hampir delapan ribu izin tambang di Indonesia dengan luas konsesi mencapai lebih dari sepuluh juta hektar. Operasional tambang tidak hanya merusak ruang pangan dan air, tetapi juga memicu kematian. “Lubang-lubang tambang itu menjadi mesin pembunuh massal,” kata JATAM. Mereka mencatat lebih dari delapan puluh ribu titik lubang tambang yang dibiarkan tanpa rehabilitasi, dengan 49 korban tewas di Kalimantan Timur, mayoritas anak-anak.
JATAM mendesak ormas keagamaan untuk menolak konsesi tambang yang diberikan Jokowi dan menyerukan evaluasi menyeluruh serta pemulihan dampak sosial-ekologis. Mereka juga menuntut penegakan hukum yang tegas atas kejahatan kemanusiaan dan lingkungan oleh korporasi tambang.