BRIN Ungkap Adanya Potensi Perbedaan Penentuan Awal Ramadan
Berita Baru, Jakarta – Tanggal awal puasa Ramadan di Indonesia tahun 2024 berpotensi mengalami perbedaan, dengan Muhammadiyah yang telah menetapkan 11 Maret sebagai awal puasa, sementara pemerintah menetapkan setelah sidang Isbat pada 10 Maret.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap dua alasan utama perbedaan ini, yaitu perbedaan kriteria dan otoritas penentuan.
Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, menyatakan bahwa kriteria hilal resmi yang diterapkan pemerintah dan ormas Islam adalah tinggi minimal tiga derajat Celcius dan elongasi atau jarak pisah bulan dengan matahari sebesar 6,4 derajat. Menurutnya, perbedaan ini berkaitan dengan posisi geografis dan kriteria hilal yang memunculkan perbedaan tanggal awal puasa.
“Kalau dilihat dari prinsip kalender, perbedaan itu terjadi karena perbedaan kriteria dan perbedaan otoritas,” ungkap Thomas Djamaluddin dalam keterangannya yang dikutip dari Antara, Jumat (8/3/2024).
Dia juga menyoroti bahwa kawasan yang memenuhi kriteria hilal tersebut berada di Benua Amerika, sedangkan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, belum memenuhi kriteria tersebut. Hal ini membuat kemungkinan hasil rukyat pada 10 Maret 2024 tidak berhasil, dan awal Ramadhan di Indonesia kemungkinan jatuh pada 12 Maret 2024.
Meskipun demikian, beberapa ormas menggunakan metode lain, yaitu wujudul hilal, yang menghasilkan tanggal awal puasa berbeda. Thomas menegaskan bahwa pemerintah dan ormas memiliki kriteria dan otoritas yang berbeda dalam menentukan awal puasa.
“Pemerintah mengumumkan pada sidang isbat, tapi otoritas ormas dan pimpinan ormas sudah mengumumkan lebih dahulu,” kata Thomas.