13 Pegawai Terlibat Pungli, Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat
Berita Baru, Jakarta – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan maaf terbuka pada 13 pegawai KPK yang terbukti terlibat dalam kasus pungutan liar (pungli). Sanksi tersebut diatur dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021.
“Menjatuhkan sanksi kepada terperiksa 1 sampai dengan 11, dan 13 masing-masing berupa permintaan maaf secara terbuka,” ungkap Ketua Majelis Etik Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, Kamis (15/2/2024).
Pegawai yang terkena sanksi tersebut adalah Muhammad Abduh, Suparlan, Gina Javier Fajri, Syarifudin, Wardoyo, Gusnur Wahid, Firdaus Fauzi, Ismail Chandra, Arif Rahman Hakim, Zainuri, Dian Ari Haryanto, Asep Jamaludin, dan Rohimah.
Tumpak menyatakan bahwa terperiksa ke-12, Asep Jamaludin, terlepas dari sanksi etik karena Dewas KPK tidak berwenang memberikan hukuman terhadapnya. Oleh karena itu, sanksi untuk Asep Jamaludin diserahkan kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK.
“Menyerahkan kepada Sekretaris Jenderal selaku Pejabat Pembina Kepegawaian untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Tumpak.
Lebih lanjut, Dewas KPK juga meminta Sekjen KPK untuk memeriksa 12 terperiksa lainnya dan memberikan hukuman disiplin sesuai peraturan yang berlaku.
Albertina Ho, anggota Dewas KPK, menyatakan bahwa seluruh terperiksa terbukti menerima pungli dengan memberikan fasilitas khusus kepada para tahanan dalam kurun waktu 2020 sampai 2023. Fasilitas tersebut termasuk penggunaan ponsel di Rutan, dengan meminta tahanan menyetorkan uang berkisar Rp5 juta sampai Rp7 juta.
“Dengan imbalan Rp100 sampai Rp200 ribu,” ungkap Albertina.
Dalam pertimbangannya, Dewas KPK menilai bahwa tidak ada hal yang meringankan untuk 12 pegawai KPK yang terperiksa. Sebaliknya, tindakan pungli yang dilakukan secara berlanjut dan berulang memberatkan, mencoreng nama dan kepercayaan publik terhadap KPK. Para terperiksa juga dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.