‘Brutalitas’ Negara-Korporasi Terhadap Penolak Tambang
Berita Baru, Jakarta – Hari ini, kita mengenang Delapan Tahun Tragedi Salim Kancil, seorang petani di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, yang dihajar dan disetrum oleh preman perusahaan tambang pada tanggal 26 September 2015. Namun, kasus Salim Kancil hanyalah satu dari banyak insiden kekerasan yang terjadi akibat kolusi antara aparat keamanan dan korporasi tambang di Indonesia.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat bahwa korporasi tambang seringkali bersekongkol dengan negara melalui aparat keamanan untuk menghilangkan perlawanan warga terhadap operasi tambang.
“Pendekatan keamanan yang represif, seperti intimidasi dan kekerasan fisik, semakin sering digunakan terutama di wilayah-wilayah yang menjadi lokasi operasi perusahaan tambang,” demikiran dikutip dari rilis resmi JATAM, Selasa (26/9/2023).
Selain Salim Kancil, JATAM juga menyebtukan bahwa pada 29 Maret 2023, Sabriansyah (60), seorang warga Desa Mangkauk, Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, tewas tragis setelah dikeroyok dan ditembak di kepala. Penembakan ini didalangi oleh Humas perusahaan tambang batubara PT JGA.
Selanjutnya, pada 12 Februari 2022, Erfaldi (21), seorang mahasiswa yang terlibat dalam aksi penolakan tambang PT Trio Kencana di Parigi Moutong, Sulteng, tewas ditembak oleh aparat Kepolisian. Tubuh Erfaldi seketika berlubang akibat tembakan tajam aparat.
“Tiga kisah menyayat hati ini hanya mencerminkan salah satu aspek dari masalah yang lebih besar,” katanya.
Dalam beberapa kasus, JATAM melihat pola kriminalisasi dan proses hukum yang bias kepentingan. Fenomena ini telah menimbulkan korban sebanyak 178 orang.
“Mereka dituduh melanggar berbagai undang-undang, mulai dari UU Minerba hingga UU ITE, sebagai upaya untuk memadamkan perlawanan terhadap penambangan,” jelas JATAM.
Selain kekerasan fisik dan kriminalisasi, JATAM menyampaikan penggunaan perangkat hukum yang tidak berpihak kepada warga dan lingkungan menjadi semakin jelas. Kasus perusahaan tambang di pulau Wawonii dan pulau Sangihe adalah contoh nyata bagaimana perusahaan melanjutkan operasinya meskipun ada laporan dan pengaduan warga serta proses hukum yang sedang berlangsung di pengadilan.
“Kisah Salim Kancil, Erfaldi, dan Sabriansyah hanyalah sebagian kecil dari kekerasan yang terus berlanjut di sektor tambang Indonesia. Masalah ini bukan hanya tentang perampasan sumber daya alam, tetapi juga hak dasar warga untuk hidup damai dan memiliki hak atas ruang hidupnya,” terang JATAM.