Junta Myanmar Menilai Kecaman ASEAN sebagai Sikap Tidak Obyektif dan Sepihak
Berita Baru, Jakarta – Pemerintah junta militer di Myanmar mengutuk pernyataan bersama ASEAN yang mengutuk kekerasan militer di negara tersebut. Mereka menyebut pernyataan ASEAN sebagai sikap yang “tidak obyektif” dan “sepihak”.
Pernyataan ini disampaikan melalui surat kabar yang didukung negara, Global New Light of Myanmar pada Rabu (6/9/2023).
Dalam pernyataannya, junta Myanmar menyerukan ASEAN untuk mematuhi ketentuan dan prinsip-prinsip dasar Piagam ASEAN dengan sangat ketat, terutama prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara-negara anggota.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-43 ASEAN di Jakarta, para pemimpin anggota ASEAN sepakat bahwa Filipina akan menggantikan Myanmar sebagai ketua ASEAN pada tahun 2026.
Namun, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengungkapkan bahwa setelah diskusi terbuka mengenai masalah Myanmar, para pemimpin mencapai kesimpulan bahwa tidak ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi dari lima poin konsensus (5PC) di Myanmar.
Retno menjelaskan bahwa para pemimpin memutuskan untuk mempertahankan 5PC sebagai acuan utama, mendesak penghentian kekerasan di Myanmar, dan menyerahkan kepemimpinan ASEAN tahun 2026 kepada Filipina. Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, telah menyatakan kesiapannya untuk memimpin ASEAN pada tahun 2026 dan memperkuat fondasi pembangunan komunitas ASEAN.
Namun, juru bicara junta Myanmar, Zaw Min Tun, mengkonfirmasi bahwa Myanmar tidak akan menjadi ketua ASEAN pada tahun 2026. Ini bukan kali pertama Myanmar menarik diri dari kepemimpinan ASEAN, yang sebelumnya terjadi pada tahun 2006 akibat tekanan internasional.
Pengutukan ASEAN terhadap kekerasan militer di Myanmar masih menjadi perdebatan hangat dalam upaya menyelesaikan krisis politik dan kemanusiaan yang terus berlanjut di negara tersebut.