Migrant Care dan SBMI Berharap MK Berpihak Kepada Migran Indonesia
Berita Baru, Jakarta – Migrant Care dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengajukan permohonan sebagai pihak kontra pemohon kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait permohonan pengujian perkara yang dilakukan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Swasta (ASPATAKI).
Hal ini sebagai tanggapan kepada ASPATAKI yang pada November 2019 lalu secara diam-diam mengajukan permohonan pengujian perkara No. 83/PUU-XVII/2019 untuk Pengujian Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Pasal 54 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b), Pasal 82 huruf (a), dan Pasal 85 huruf (a).
Menurut Migrant Care dan SBMI dalam keterangan pers yang diterima Beritabaru.co pada Pasal 54 ayat 1 huruf (a) dan (b) dimaksudkan guna memberikan kepastian hukum bagi pekerja migran yang dikirim oleh swasta jika menghadapi masalah di luar negeri untuk dicairkan depositonya.
“Selama ini perusahaan Pengirim tenaga kerja swasta sering tidak bertanggungjawab atas masalah yang dihadapi pekerja migran,” ungkapnya.
Sementara, Pada Pasal 82 huruf (a) dan 85 huruf (a) merupakan ketentuan pidana yang memberikan kepastian hukum bagi pekerja migran yang ditempatkan tidak sesuai dengan kontrak kerja yang selama ini menjadi modus perdagangan manusia.
“Kedua pasal ini untuk memberikan efek jera dan menghapus impunitas (kejahatan tanpa penghukuman) yang selama ini secara massif dilakukan oleh perusahaan jasa tenaga kerja yang tidak bertanggungjawab,” ujarnya.
Catatan Migrant Care dan SBMI untuk MK
Oleh karena itu, Migrant Care dan SBMI mendorong MK sebagai pelindung hak konstitusional warga negara harus juga menjadim hak konstitusional para pekerja migran Indonesia atas pekerjaanyang layak untuk kehidupan yang manusiawim sebagaimana dijamin dalam pasal 28 ayat 2 UUD 1945.
Migrant Care dan SBMI menilai bahwa UU Nomor 18/2017 Pasal 82 huruf a dan Pasal 85 huruf a sudah sangat tepat. Oleh karenanya menghapus atau merevisi dengan ketentuan hukum yang lebih ringan akan berdampak sangat buruk dalam perlindungan pekerja migran Indonesia yang meyoritas perempuan yang sering mendapat tindakan sewenang-wenang.
“Ancaman pidana yang berat diharapkan dapat mencegah terjadinya praktek perdagangan orang yang sering dilakukan melalui modus pengiriman pekerja migran. Migrant CARE dan SBMI tidak berharap Mahkamah Konstitusi turut membuka keran perdagangan orang bagi pekeja Migran Indonesia,” pungkasnya.