Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

DPR RI
Anggia Erma Rini bersama para narasumber dan peserta setelah selesai acara diskusi.

Anggota Komisi IX; Pengendalian HIV/AIDS Harus Dilakukan Semua Pihak



Berita Baru, Jakarta – Anggota DPR RI dari Komisi IX, Anggia Erma Rini, menjelaskan bahwa pengendalian HIV dan AIDS, TB, serta malaria cukup berat dikarenakan mudahnya transmisi virus, dibutuhkan semua pihak untuk melakukan pengendalian.

“Tantangan pengendalian HIV dan AIDS, TB, serta malaria cukup berat karena begitu mudahnya transmisi virus. Komitmen pemerintah, parlemen, lembaga donor, dan teman-teman Civil Society Organization (CSO) sangat dibutuhkan,” ujar Anggia Erma Rini, saat menjadi narasumber dalam diskusi panel di Hotel Sari Pan Pacific. Rabu, (05/02).

Diskusi tersebut bertajuk “AIDS, TB, Malaria Program and Budget Policies towards Achieving 90-90-90, and Elimination of TB and Malaria by 2030 in Indonesia”. Diskusi diselenggarakan oleh Global Fund Asia Pasifik (GFAN), Yayasan Spiritia, dan Kemenkes RI.

Diapun menjelaskan bahwa parlemen sangat welcome dengan gagasan-gagasan dari berbagai stake holder agar pengangan serta pengendalian HIV dan AIDS, TB, serta malaria bisa lebih maksimal.

“Kami di DPR RI sangat welcome dengan gagasan-gagasan inovatif dari teman-teman CSO agar intervensi terhadap AIDS, TB, dan Malaria makin nendang. Sudah cukup banyak pendanaan dikeluarkan, berbagai cara dilakukan, namun data menunjukkan ketiganya tidak berkurang. Capaian ARV malah hanya sekitar 17-20 persen,” kata Anggia.

Menurut sosok yang juga Ketua Umum PP Fatayat NU ini, banyak kepala daerah dan kepala dinas yang tidak menyadari dan belum paham pentingnya mengalokasikan pendanaan untuk sektor kesehatan.

“Padahal UU-nya sudah berbunyi alokasi 10 persen dari APBD. Jadi perjuangan kita semua di sektor kesehatan cukup berat, harus lobi sana-sini demi kebijakan pro-kesehatan,” kata Anggia.

Terhadap populasi kunci ODHA, Anggia bahkan lebih suka menyebut mereka sebagai mitra strategis, diapun menngungkapkan bahwa semua pihak perlu dirangkul untuk pengendalian HIV dan AIDS, TB, serta malaria.

“Kita perlu merangkul semuanya. Ketika kami melibatkan PGI, KWI, dan berbagai lembaga agama dalam Indonesia Interfaith Network on HIV dan AIDS, justru tujuannya agar sebagai kelompok agama dapat merangkul ODHA. Bahkan para kiai NU dalam bahtsul masail mengatakan bahwa merespon HIV hukumnya wajib kifayah. Sebab HIV ini sudah darurat,” ujar Anggia.

Terkait usulan Kaukus TB, Anggia mendorong semua pihak menjadi ambasador untuk mengampanyekan pengendalian AIDS, TB, Malaria.

“Semua pihak harus menjadi ambasador untuk kampanye pengendalian AIDS, TB, Malaria” pungkas Anggia.

Sementara itu, menurut salah satu narasumber lainnya, Meirinda, lebih menekankan pentingnya peran komunitas dalam pendampingan populasi kunci.

“Kontribusi komunitas dalam merespon AIDS, TB, dan Malaria menjadi faktor penting dalam pengendaliannya. Kami mengembangkan kelompok dukungan sebaya bersama-sama kawan lain,” ujar Meirinda.

Diskusi ini dihadiri peserta dari perwakilan sejumlah Kedubes negara sahabat, Kemenkes, Yayasan Spiritia, komunitas pendampingan AIDS, TB, Malaria, NGO, dan perwakilan kampus.