Kejagung Tetapkan Direktur Utama Bakti Kominfo Tersangka Korupsi Menara BTS
Berita Baru, Jakarta – Kejagung RI menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 2,3,4 dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kuntadi mengatakan salah satu tersangka itu merupakan Direktur Utama BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif (AAL).
“Adapun dari 3 orang Tersangka itu yang pertama AAL selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika,” kata Kuntadi dalam keterangan video yang dibagikan, Rabu (4/1).
Sementara untuk dua tersangka lainnya merupakan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia berinisial GMS dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 berinisial YS.
Menurut Kuntadi, dalam kasus ini, sejatinya proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo dilakukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Dalam perencanaannya, Kominfo mencanangkan bakal membangun 4.200 menara BTS yang tersebar di pelbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi, kata dia, ketiga tersangka terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.
“Sehingga di dalam proses pengadaannya tidak terdapat kondisi persaingan yang sehat. Sehingga pada akhirnya diduga terdapat kemahalan yang harus dibayar oleh negara,” jelasnya.
Kuntadi mengatakan Anang terbukti dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain.
Akibatnya, dalam proses lelang proyek tersebut tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran.
“Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di mark-up sedemikian rupa,” tuturnya.
Sementara untuk tersangka GMS berperan memberikan saran dan masukan terhadap Anang untuk membuat Peraturan Direktur Utama yang akan menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan miliknya.
“Yang dalam hal ini bertindak sebagai salah satu supplier salah satu perangkat,” ujarnya.
Terakhir, YS terbukti melawan hukum dengan menyalahgunakan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis terkait proyek pembangunan itu.
Padahal dari hasil penyelidikan, Kuntadi mengatakan kajian tersebut dibuat sendirian oleh tersangka yang mengakibatkan terjadinya kemahalan harga pada OE.
“Dimana kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan Tersangka AAL untuk dimasukkan ke dalam kajian,” tegasnya.
Atas perbuatannya itu, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dilansir dari situs baktikominfo.id, BAKTI lahir pada 2006 yang semula bernama Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP). Lembaga ini kemudian berubah menjadi Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) pada tanggal 19 November 2010.
BP3TI awalnya merupakan unit eselon yang kemudian berubah menjadi unit pelaksana teknis non eselon dengan tujuan meningkatkan fleksibilitas, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Lembaga ini menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) di Kementerian Kominfo pada tahun 2017.
Sejak Agustus 2017, Menteri Komunikasi dan Informatika mengubah nama BP3TI menjadi BAKTI. Perubahan nama menjadi BAKTI disebut untuk mempermudah publikasi dan branding instansi.