Mengenang Pahlawan Nasional Andi Mappanyukki Datu Suppa (Raja Bone ke-32)
Berita Baru, Parepare – Mengenang salah seorang pahlawan di Parepare, Andi Mappanyukki lahir pada tahun 1885 di Jongaya, pada zaman dahulu Jongaya masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa.
Kerajaan Gowa ini, adalah merupakan sebuah kerajaan yang pernah tersebar di Kawasan Nusantara bahagian timur; Reputasi politik, ekonomi dan kebudayaan dari Kerajaan Gowa yang agung sampai abad XVII, telah tercatat dengan tinta emas dalam sejarah nasional kita, Namun Vereenigde Oost Indische Conpacgnie (VOC) mulai memperluas daerah kekuasaannya ke Kawasan Nusantara Bahagian timur tanah air kita.
Andi Mappanyukki yang lahir diakhir abad 19, keluar dari Rahim seorang ibu yang bernama We Cella Tenripada Arung Alitta. Ayah Ibunya tersebut, adalah seorang bangsawan tinggi, yaitu putri Raja Bone ke 27, La Parenrengi Akhmad Saleh Arumpugi Mattinroe Ajabenteng, dari hasil perkawinannya dengan Tenri Awaru Pancaitana Besse Kajuara, kemudian diangkat dan dilantik menjadi menjadi Raja/Ratu Bone ke 28, menggantikan suaminya La Parenrengi.
Ayah Andi Mappanyukki adalah I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembang Parang Sultan Husaen Tu Lenguka ri Bundu’na, yang masih merupakan bangsawan tinggi yang belum menduduki tahta kerajaan Gowa.
Ketika I Mallingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Muhammad Idris Raja Gowa ke 33, telah meninggal dunia, barulah I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembang Parang, diangkat dan dilantik sebagai Raja Gowa ke 34 dengan Gelar Sultan Husaen menggantikan ayahandanya sebagai Raja Gowa pada tahun 1895.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa anak yang lahir tersebut diatas, merupakan pewaris akan tahta, baik di kerajaan Gowa maupun kerajaan Bone
Atas pembinaan mental yang dilakukan oleh orang tuanya anggota kerabat, termasuk kelompok pemangku adat, sejak usia muda telah ditanam dengan baik dalam diri Andi Mappanyukki.
Sehingga memenuhi persyarakatn-persyaratan untuk dipilih menjadi raja atau datu. Oleh karena itu, Andi Mappanyukki baru berumur enam belas (16) tahun, beliau telah diangkat menjadi Datu Suppa, salah satu dari Lima Kerajaan Ajattappareng, yaitu Sidenreng, Rappang, Sawitto, Alitta, dan Suppa.
Andi Mappanyukki diangkat oleh orang tuanya I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembang Parang Raja Gowa ke 34 sebagai Letnan pada tentara Kerajaan Gowa. Ketika itu terjadi perang antara kerajaan Gowa dengan Belanda.
Kerajaan Gowa sudah mengadakan kontak senjata dengan Belanda di beberapa daerah wilayah Gowa, Raja Gowa dan saudaranya I Mangimangi Karaeng Bontonompo dan dua orang putranya I Pangurisang dan I Mappanyukki mengambil siasat bergilirya untuk menghindari kejaran Belanda dengan persenjataan yang tidak seimbang.
Setelah berpindah-pindah tempat akhirnya tempat persembuyiannya diketahui oleh Belanda. Dalam satu pertempuran, Gubernur Jenderal Belanda Krosen menggerakkan pasukan menggepur pasukan pimpinan Andi Mappanyukki yang mengakibatkan 23 orang pasukannya gugur.
Pada tanggal 25 Desember 1905 pasukan Andi Mappanyukki melakukan serangan balik dan berhasil menangkap pimpinan pasukana Belanda Vandel Kroll yang kemudian ditembak mati.
Kemudian pasukan Belanda mengejar Raja Gowa I Makkulau. Dalam keadaan terdesak baginda terjatuh ke jurang dan menemui ajalnya. Dari peristiwa itu beliau di gelar Tuminanga ri Bundu’na (Gugur dalam peperangan).
Kematian ayahnya membuat Andi Mappanyukki memutuskan untuk masuk ke hutan untuk melakukan perlawanan. Perlawanan yang dilakukan oleh Andi Mappanyukki telah merepotkan pasukan Belanda.
Oleh karena itu Belanda melakukan segala upaya untuk dapat menangkap Andi Mappanyukki, namun usaha itu gagal. Belanda kemudian menggunakan strategi untuk menangkap Andi Mappanyukki.
Belanda akhirnya memutuskan untuk mengirim seorang utusan untuk bertemu dengan Andi Mappanyukki untuk membujuk agar bersedia melalui perundingan untuk mengakhiri perang.
Utusan itu mengabarkan bahwa jika perundingn itu berhasil, maka Gowa akan dijadikan sekutu terhormat, tawaran itu tidak merubah pendirian Andi Mappanyukki.
Belanda memberi ultimatum keras pada Andi Mappanyukki. Keluarga Andi Mapanyukki akan di binasakan jika menolak perundingan yang ditawarkan. Dalam keadaan terpaksa Andi Mappanyukki bersedia berunding dengan Belanda.
Beliau menghadap Asistent Risiden Balanda di Pare-Pare. Ternyata perundingan itu hanya taktik belaka. Andi Mappanyukki ditawan dengan pasukannya dan diperlakukan sebagai tawanan perang, kemudian diangkut dengan kapal dibawa dengan pengawalan pasukan militer menuju Makassar. Sampai di Makassar, Andi Mappanyukki bersama pasukannya langsung dipenjarakan.
Selanjutnya dengan alasan keamanan dan ketertiban, Andi Mappanyukki bersama istrinya dan anaknya yang masih berusia 2 tahun bernama Andi Pangerang diasingkan ke Pulau Selayar.
Tindakan pemerintah Kolonial Belanda terhadap Andi Mappanyukki yang tidak menempati janjinya, juga pernah dilakukan terhadap Pangerang Diponegoro. Demikian peranan Andi Mappanyukki dalam memimpin perlawanan Rakyat Gowa terhadap pendudukan Belanda tahun 1905.
Andi Mappanyukki naik tahta sebagai Raja Bone
Kecintaan rakyat terhadap Andi Mappanyukki membuat Pemerintah Belanda gagal memikat hati rakyat. Oleh karena desakan yang semakin gencar dan untuk memikat hati rakyat. Akhirnya pada tahun 1909 Gubernur Sulawesi AJ Baron de Quarles membebaskan Andi Mappanyukki
Setelah bebas Andi Mappanyukki ditawari jabatan Regent Gowa Barat dengan gaji 400 golden, akan tetapi tawaran itu ditolak karena dianggap adalah penghinaan bagi diri dan rakyat Gowa.
Setelah beberapa kali didatangi oleh Andi Maddusila Daeng Paraga yang merangkap Tumilalang dan ketua Dewan Adat Pitue Kerajaan Bone, maka pada 2 April 1931 Andi Mappanyukki dilantik sebagai Raja Bone, dengan gelar Sultan Ibrahim.
Sewaktu Belanda harus menyerahkan kekuasaanya ke Jepang di tahun 1942, peristiwa yang terjadi Unra ini sebenarnya adalah akumulasi ketidak puasan rakyat atas kewajiban ini untuk mengumpulkan padi dari rakyat untuk keperluan Jepang.
Namun petugas yang menjalankan perintah itu adalah atas suruhan bangsa Jepang. Rakyat Unra memberontak, untuk menjaga peristiwa lebih besar.
Raja Bone Andi Mappanyukki akhirnya turun tangan. Wibawa dan kharisma Andi Mappanyukki akhirnya meredahkan amukan itu. Pimpinan Gerakan itu ditangkap.
Pada tanggal 9 Juli 1945 berdirilah suatu organisasi perjuangan yang diberi nama Sumber Darah Rakyat (SUDARA), Andi Mappanyukki sebagai Ketua Umum dan Dr. Ratulangi sebagai ketua Operasional dan Lanto Daeng Pasewang sebagai Ketua Pusat (Kepala Staf) SUDARA.
Yang lebih menyakitkan lagi bagi NICA, Ketika Andi Mappanyukki dengan pengaruh yang dimilikinya menyelenggerakan pertemuan dikalangan kelompok Aristocrat di Sulawesi Selatan.
Pertemuan itu diadakan di rumah Andi Mapanyukki di Jongaya pada tanggal 15 oktober 1945. Dalam pertemuan itu dihadiri oleh kelompok Aristocrat yang berpengaruh di daerahnya dan termasuk kategori bangsawan tinggi ini atas pengaruh Andi Mappanyukki, walaupun Dr. Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi, tapi Andi Mappanyukki dapat mengarahkan dan mengumpulkan Raja-raja di Sulawesi.Selatan. Raja-raja dan Bangsawan yang hadir.
1. Andi Mappanyukki : Raja Bone
2. Andi Djemma : Datu Luwu
3. Andi Makkasau : Datu Suppa Toa
4. Andi Abdullah Bau Massepe : Datu Suppa Lolo
5. Ibu Depu : Raja Balanipa (Mandar)
6. Andi Abdullah Madid : dari Mandar
7. Padjonga Daeng Ngalle : Karaeng Polong Bangkeng
8. Andi Sultan Daeng Raja : Karaeng Gattareng
9. Arung Gilireng : dari Wajo.
Hasil pertemuan itu bahwa kelompok Aristocrat itu, mengeluarkan suatu keputusan yang intinya bahwa kelompok Aristocrat atau kaum bangsawan di Sulawesi Selatan, mendukung sepenuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dipimpin oleh Soekarno Hatta, dan mendukung pula Dr. Ratulangi sebagai Gubernur Sulawesi.
Pernyataan itu ditandatangani oleh semua peserta. Pada tanggal 1 Desember 1945 berlangsung kembali pertemuan itu di Watampone, adapun yang hadir dalam pertemuan itu antara lain;
1. Raja Bone Andi Mappanyukki Bersama Hadatnya.
2. Raja Gowa Andi Mangimangi Bersama Hadatnya.
3. Datu Luwu Andi Djemma Bersama Hadatnya
4. Arung Matowa Wao Andi Mangkona Bersama Hadatnya
5. Datu Soppeng Andi Wana Bersama hadatnya
6. Addituang Sidenreng Andi Cibu Bersama Hadatnya
7. Karaeng Tanete Bulukumba Andi Nojeng
8. Karaeng Gattareng Andi Sultan Daeng Raja
9. Arung Bulo-Bulo Timur Andi Mappatoba
10. Andi Arung Bulo-bulo Barat Andi Muri
11. Andi Bapa’ Dg Matasa Karaeng Kajang
12. Karaeng Ujung Loe.
Selanjutnya kelompok bangsawan yang hadir dalam pertemuan itu, meminta tanggapan dan pendapat dari sikap Raja Bone Andi Mappanyukki sebagai tuan rumah dan sebagai sesepuh raja-raja di Sulawesi Selatan.
Kemudian Andi Mappanyukki menjelaskan pendiriannya dan rakyatnya sebagaimana yang telah diputuskan dalam musyawarah, bahwa NICA harus dilenyapkan dari bumi pertiwi Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan.
Jika seandainya Andi Mappanyukki tidak ditangkap dan diasingkan ke Rantepao (Tana Toraja) Pada bulan Nopember 1946, maka tidak menutup kemungkinan akan mengalami nasib yang sama dengan kelompok Aristocrat atau kelompok bangsawan lainnya. atau kelompok pejuang-pejuang republic yang telah dibunuh dengan kejam oleh Wasterling dan anak buahnya.
Ketika Andi Mappanyukki diasingkan di Rantepao, Tana Toraja, beliau ditempatkan disebuh rumah sakit milik Belanda, untuk itu ada baiknya dikemukakan disini pernyataan Andi Paloge Petta Nabba, sebagai berikut;
Mula-mula Andi Mappanyukki dan Andi Pangerang Petta Rani ditempatkan dalam suatu ruangan dalam sebuah rumah sakit kepunyaan Zending.
Belanda sangat sukar mengatasi orang-orang toraja yang setiap hari datang berkerumun di halaman rumah sakit untuk menjenguk, dan jikalau mungkin bertemu atau bercakap-cakap dengan kedua tokoh itu.
Karena Andi pangerang Petta Rani dianggap lebih berbahaya dari ayahnya. Sebab beliau fasih memprogandakan cita-cita dan peruangan kemerdekaan. Maka tidak lama kemudian beliau dikembalikan lagi ke Makassar.
Beliau ditempatkan lagi di tangsi KIS. Akan tetapi rupanya Belanda salah tangapan, sepeninggal Andi Pangerang Petta Rani ke Makassar, perhatian orang-orang Toraja baik tua maupun muda terhadap Andi Mappanyukki tetap besar.
Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya orang yang setiap hari meminta untuk bertemu. Kemudian Andi Mappanyukki dipindahkan dan ditahan dalam rumah yang dikelilingi pagar bambu yang tinggi, dan yang menemani Andi Mappanyukki di dalam tahanan, yaitu cucunya Andi Abdullah (Petta Nyonri) masih berusia 15 tahun sejak dari Makassar sampai ke Rantepao.
Sesudah pengakuan kedaulatan, Andi Mappanyukki dibebaskan dan kemudian Kembalikan ke Makassar bersama keluarganya dan langsung ke rumahnya di Jongaya.
Pengangkatan sebagai Kepala daerah Swapraja Bone tahun 1957 s/d 1960. Andi Mappanyukki adalah seorang pejuang anti penjajahan yang konsekwen.
Beliau wafat pada tanggal 18 April 1967 di Jongaya, tempat kelahiran beliau. Yang banyak dihadiri pejabat dari Jakarta dan Sulawesi selatan. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panaikang dengan Upacara Militer.
Berkat perjuangan dan jasa beliau terhadap bangsa dan negara maka pemerintah Negara Republik Indonesia di anugrahi berbagai macam bintang, tanda jasa dan penghargaan, antara lain;
1. Tanda Jasa Pahlawan.
2. Tanda Penghargaan Angkatan Perang Republik Indonesia.
3. Tanda Kehormatan Satyalantjana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan.
4. Tanda Kehormatan Satyalantjana Karya Setya
5. Piagam kehormatan sebagai Mahaputra Pahlawan Nasional.
Saudara Andi Mappanyukki Datu Suppa;
1. I Pangurisang Arung Aliita
2. Haji Karaeng Daeng
3. Karaeng Tojeng
4. Karaeng Kontu
5. Abbas Kareng Tutu
6. Antje Karaeng Sewang
7. Karaeng Sanre
Putra/Putri Andi Mappanyukki Datu Suppa
Istri I Batasai Daeng Taco melahirkan:
Andi Pangerang Petta Rani
Istri We Besse Arung Bulo-Bulo melahirkan
– Andi Abdullah Bau Massepe Datu Suppa
– Andi Rukyah Karaeng Balla Tinggi
– Andi Pasulle Datu Bulaeng
Istri Andi Manene Krg Ballasari sepupu Andi Mappanyukki.melahirkan ;
– Hj. Bau Halijah We Tenri Padang Opu Datu
– Hj. Bau Tenri Awaru Datu Bau
– Hj. Bau Tenri Cella Bau Datu
– Bau Yusuf Parenrengi Datu Lolo
– Bau Ahmad Datu Appo
– Datu Sawa
Istri I Bida Karaeng Nganne sepupu Andi Mappanyukki
melahirkan ;
– Karaeng Arung Pugi.
Sumber: Kutipan Biografi H. Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim, Oleh : Drs.Muhammad Arfah dan Drs. Muhammad Amir.