Jelang COP27: Antara Harapan dan Keputusasaan Aktivis Iklim Afrika
Berita Baru, Internasional – Seorang aktivis iklim Afrika menuntut peserta COP27 untuk membantu negara-negara Afrika membiayai proses adaptasi negara-negara Afrika dari perubahan iklim dan transisi menuju sumber energi terbarukan. Tetapi, belum juga agenda tersebut berlangsung, Kenya Elizabeth Wathuti menyatakan bahwa dirinya putus asa dan tidak melihat adanya harapan.
“Agar COP27 menjadi ‘COP Afrika’, kebutuhan, suara, dan prioritas rakyat Afrika perlu tercermin dalam hasil negosiasi,” kata Kenya Elizabeth Wathuti kepada kantor berita Amerika.
Seperti dilansir dari Sputnik News, pemerintah dan aktivis dari negara-negara Afrika telah berulang kali meminta Global Utara untuk bertanggung jawab atas kontribusi terbesarnya terhadap perubahan iklim negatif dan mengkompensasi kerusakan.
Namun, negara-negara maju terus gagal memenuhi janji pendanaan iklim, sementara para aktivis terus membunyikan alarm, mencatat bahwa pendanaan yang diperlukan hanya harapan.
“Uang 100 miliar yang dijanjikan tidak lagi cukup. Perlu ada pembiayaan tambahan,” kata aktivis Uganda Vanessa Nakate, mengacu pada janji $ 100 miliar per tahun yang dibuat oleh PBB, yang sudah terlambat dua tahun dan belum dipenuhi.
Namun, tidak semua aktivis Afrika terus menggantungkan harapan mereka pada bantuan UE; beberapa dari mereka sudah tak lagi berharap.
“Mengapa kita harus meminta jawaban dan uang kepada pencemar ketika kita tahu betul mereka tidak akan memberikannya dan jika mereka melakukannya, itu akan dalam bentuk pinjaman?” tanya Hounaidat Abdouroihamane, seorang aktivis dari Kepulauan Komoro.
Afrika, meskipun hanya menyumbang dua atau tiga persen dari emisi global antropomorfik, tetapi ia adalah wilayah yang paling parah terkena dampak perubahan iklim .
Musim hujan yang buruk selama bertahun-tahun di Tanduk Afrika telah menghasilkan angin yang mematikan, yang oleh UNICEF disebut sebagai salah satu keadaan darurat terkait iklim terburuk dalam 40 tahun terakhir”.
Orang-orang yang menghadapi bencana tersebut dipaksa mengungsi meninggalkan rumah mereka untuk mencari makanan dan minuman yang tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka.
Daughter, dengan merusak air dan ketahanan pangan, menyebabkan kelaparan dan meningkatkan penyebaran penyakit yang terbawa air.