Dilarang Satu Panggung dengan Lawan Jenis, Musisi Gaza Batal Pentas
Berita Baru, Internasional – Konser orkestra oleh siswa lulusan sekolah musik Gaza dibatalkan. Hal itu terjadi setelah pihak berwenang, Hamas, bersikeras untuk melarangnya dengan alasan tidak diperbolehkannya laki-laki dan perempuan tampil dalam satu panggung.
Akibatnya, dua konser publik tahunan oleh Orkestra Gaza, yang dijadwalkan awal bulan ini di kota selatan Khan Yunis, Kota Gaza, batal. Konser ini biasanya menjadi momen palin ditungggu di musim dingin, karena menampilka musik klasik oriental dan barat kepada 180 hingga 200 siswa-siswi mulai usia enam atau tujuh tahun ke atas.
Konduktor orkestra, Anas Al Najar (37), mengatakan bahwa hal ini belum pernah terjadi sebelumnhya sejak 11 tahun ia mengajar.
“Para musisi siap berada di atas panggung. Untuk tampil adalah impian setiap musisi,” kata Najar, pengawas akademis sekolah dan ahli virtuoso terkemuka instrumen dawai Arab, qanun.
Najar menyebut bahwa repertoar orkestra itu terutama terdiri dari “lagu-lagu nasional, bukan romantis”. Dia mengatakan musik adalah cara menyatukan orang. “Itu adalah bahasa cinta dan kedamaian,” tambahnya.
Ia juga mengatakan bahwa orang tua mereka akan hadir dalam konser tersebut. “Mereka (pihak berwenang) tidak memiliki hak lebih dari orang tua untuk menghentikan kinerja mereka.” Tambahnya.
Berbeda dengan konser ini, sebelumnya, pihak kepolisian selalu memberi izin untuk pengadaan acara berbsis publik.
Konser mendapat pelarangan karena kemungkinan laki-laki dan perempuan akan bermain dalam satu panggung secara bersamaan. Sekolah menjelaskan bahwa musisi bermain secara ansambel, yang tidak memungkinkan terdapat pemisahan gender.
Sekolah ini dinamai dengan sekolah Edward Said, seorang penulis Palestina terkemuka, yang juga merupakan akademisi dan intelektual nasionalis yang merupakan promotor kuat pendidikan musik Palestina.
Pelarangan pertunjukan konser orkestra ini telah berlangsung sejak Oktober, dikeluarkannya sebuah fatwa pada bulan November oleh seorang pengkhotbah Islam di Khan Yunis yang dinilai cukup koservatif. Pada kesempatan itu, Khan Yunis menyarankan agar pertunjukan dilakukan secara terbuka oleh Sol Band yang terpisah.
Fatwa itu, diumumkan di di Facebook beserta usulan pelarangan oleh pihak berwenang yang akhirnya memicu perdebatan luas di media sosial. Kejadian ini sempat mendapat kecaman dari Pusat Hak Asasi Manusia Palestina.
PCHR mengatakan, bahwa fatwa itu menyebut bahwa “anggota band merupakan orang kafir yang mempromosikan kecabulan” dan melanggar hukum Palestina dan internasional yang melindungi kebebasan pribadi.
Ada beberapa batasan intervensi Hamas dalam kehidupan sosial dan budaya Gaza yang mencakup pemisahan gender di sekolah-sekolah pemerintah, diantaranya larangan alkohol, dan larangan hubungan seksual dsebelum menikah.
Namun, hal tersebut dinilai cukup sensitif dan menjadi keluhan kaum Salafi dan kelompok ultra-konservatif lainnya bahwa mereka tidak cukup hak untuk memaksakan rezim Islam yang kolot.
Manal Awwad, manajer cabang sekolah Edward Said sekolah Gaza, mengatakan: “Pemerintah tidak menolak konser itu sendiri tetapi mereka menolak untuk memiliki anak laki-laki dan perempuan bersama di atas panggung. Dan kami menolak untuk menerima ide itu jadi kami menunda konsernya.”
Secara umum, kementerian budaya Hamas telah mendukung kegiatan sekolah, tambahnya, tetapi “mereka tidak memiliki keputusan untuk masalah ini.”
Awwad juga mengatakan bahwa sekolah itu secara sengaja belum memprotes putusan tersebut dengan harapan bahwa konser-konser itu masih bisa berjalan, seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
Sumber : TheGuardian