Luhut Buka Suara Terkait Hengkangnya Softbank dari IKN Nusantara
Berita Baru, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Panjaitan buka suara soal SoftBank Group, konglomerasi perusahaan asal Jepang, yang batal berinvestasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Luhut menjelaskan setidaknya terdapat empat alasan yang membuat SoftBank Group enggan berinvestasi untuk pembangunan ibu kota baru Indonesia tersebut.
Menurutnya, Pendiri sekaligus CEO Softbank Masayoshi Son tidak akan lagi menduduki posisi sebagai Dewan Pengarah Pembangunan IKN.
“(Posisi Masayoshi di dewan pengarah) enggak lagi,” kata Luhut di Grand Hyatt, Jakarta, seperti dikutip dari Detik.com, Selasa (15/3).
Namun di lain sisi, Dewan Pengarah lainnya masih tetap sama yakni Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed Bin Zayed (MBZ) dan eks Perdana Menteri Inggris Tony Blair.
Akibatnya, pemerintah Indonesia akan kembali mencari pengganti Masayoshi Son sebagai Dewan Pengarah Pembangunan IKN.
Luhut menjelaskan bahwa mundur dari pembangunan IKN lantaran saham perusahaan tersebut anjlok.
“Kalau SoftBank itu memang dari awal sudah mundur dia sejak sahamnya drop,” ujarnya.
Sebagai informasi, saham SoftBank di bursa saham Jepang memang anjlok dalam 6 bulan terakhir. Diketahui, sahamnya ambles minus 34,81 persen dari 6.542 pada September lalu, kini tersisa 4.265 per lembar saham.
SoftBank memiliki penempatan pendanaan yang salah satu sumbernya berasal dari negara Timur Tengah yakni SoftBank Vision Fund.
Pendanaan tersebut pertama kali dibentuk pada 2017 dan didukung pendanaannya oleh Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Namun kini, kedua negara tersebut meninggalkan pendanaan SoftBank Vision Fund.
“Nah sekarang dana dari yang tadinya ke SoftBank itu dana vision keduanya itu enggak jalan, US$100 miliar itu, ya itu yang kita coba ambil sekarang dari MBS, dari Saudi dan dari Abu Dhabi,” ucapnya.
Lebih lanjut, Luhut mengatakan saat ini Indonesia tengah melobi Arab Saudi untuk berinvestasi langsung di Indonesia, tanpa melalui SoftBank.