Kecam Peristiwa Wadas, Yayasan Kurawal: Nurani Penguasa Telah Mati
Berita Baru, Jakarta – Peristiwa penangkapan 63 orang warga penolak tambang andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah pada Rabu (9/2) kemarin terus menuai simpati dari kalangan masyarakat sipil.
Kali ini Yayasan Kurawal atau Kurawal Foundation yang menyampaikan sikapnya secara tegas. Lembaga yang bekerja untuk memperkuat praktik, kelembagaan dan nilai-nilai demokrasi di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara itu mengecam tindakan aparat keamanan di Desa Wadas.
Direktur Eksekutif Yayasan Kurawal, Darmawan Triwibowo menilai, mobilisasi aparat keamanan yang diikuti penyerbuan ke rumah warga, serta penangkapan dengan kekerasan terhadap sejumlah warga, merupakan tindakan intimidatif yang masif dan sistematis.
“Tindakan ini merupakan aksi sewenang-wenang yang menerabas semua standar kepatutan dalam prinsip-prinsip proporsionalitas prosedural, dan akuntabilitas yang seharusnya memandu kerja POLRI,” kecam Darmawan, dikutip dari keterangan tertulisnya.
Adanya upaya penyesatan informasi dengan menuduh warga melakukan tindakan anarkis dan membawa senjata tajam untuk melawan aparat, yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan pemerintah daerah, menurut Darmawan telah menunjukkan nurani mereka telah mati.
“Membangun opini bahwa penangkapan dilakukan karena warga melakukan tindakan anarkis dan membawa senjata tajam untuk melawan aparat, menunjukkan matinya nurani penegak hukum,” tegas Darmawan.
Di sisi lain, pernyataan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang meminta warga tidak takut karena tidak ada kekerasan, menurutnya merupakan bentuk kebohongan dan tidak adanya empati pada warga yang terkena represi aparat.
“Pernyataan Gubernur Jawa Tengah adalah sebuah kebohongan sekaligus menunjukkan tidak adanya empati dan keberpihakan dari seorang pemimpin terhadap warganya yang tengah mengalami represi,” ungkap Darmawan.
Darmawan juga menjelaskan bahwa saat ini Warga Wadas sedang mengupayakan proses hukum melalui kasasi, setelah gugatan mereka terhadap Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 tahun 2021 tentang pembaruan izin penetapan lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan Bendungan Bener ditolak Majelis hakim di PTUN Semarang.
“Kekerasan di Wadas makin mempertontonkan wajah telanjang kekuasaan dan perilaku penguasa yang mengabaikan proses hukum dan peradilan,” tukas Darmawan.
Darmawan juga mengkritik pemerintah yang terus-terusan melakukan praktek perampasan ruang hidup warga secara berulang, sebagaimana yang telah terjadi di Pubabu, Pakel, Sangihe, Labuan Bajo dan Kinipan.
Praktek tersebut, menurutnya merupakan bentuk perilaku negara yang dengan sadar sedang memerangi warganya sendiri.
“Negara tengah memerangi warganya sendiri. Nurani penguasa bisa saja telah mati di Wadas, namun perlawanan kami akan abadi,” pungkasnya.