JATAM: RUU IKN Pemborosan Uang Negara dan Untungkan Konsesi Tambang – Sawit
Berita Baru, Jakarta – Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) merupakan bentuk pemborosan di tengah tekanan ekonomi karena pandemi Covid-19 terang Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Pemindahan ibu kota ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, yang akan memakan biaya hingga Rp 466,9 triliun ini dianggap mengabaikan kondisi perekonomian dan akan menambah utang baru.
Kepala kampanye JATAM, Melky Nahar mengatakan bahwa Presiden Jokowi dan DPR tampak tidak peduli dengan persoalan kesulitan ekonomi negara di tengah pandemi Covid-19. (18/01)
Pengesahan tersebut dilakukan dalam rapat Paripurna DPR ke-13 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022. DPR mengesahkan RUU IKN menjadi undang-undang sebagai payung hukum pemindahan ibu kota.
Pemerintah menargetkan pembangunan ibu kota baru membutuhkan dana sebesar Rp 466,98 triliun. Kebutuhan anggaran ini dipenuhi dari APBN sebanyak Rp 91,29 triliun, kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) sebesar Rp 252,46 triliun, serta duit badan usaha Rp 123,23 triliun. Hal itu berdasarkan informasi yang sempat diunggah di situs Ikn.go.id.
Melky menganggap itu hanya menghambur-hamburkan uang negara. “Selain itu, melihat pembahasan RUU IKN yang cenderung berlangsung kilat memperkuat indikasi adanya hegemoni oligarki pada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin dan DPR pada periode ini,” tegasnya.
Tak hanya abai soal perekonomian, kepemimpinan Jokowi dianggap tak mendengar suara penolakan warga yang berpotensi tergusur akibat pembangunan IKN.
“Ancaman terhadap perluasan kerusakan sosial-ekologis di Kalimantan Timur tidak menjadi pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan pemindahan IKN.”
Demikian juga dengan persoalan kerusakan ekologis di Jakarta yang sebelumnya menjadi alasan pemindahan IKN oleh Presiden Jokowi, bukannya diurus serius, justru lari dari masalah.
Menurut JATAM, pengesahan RUU IKN hanya akan menguntungkan para pemegang konsesi tambang, sawit, hutan, dan kayu yang telah lama menguasai lahan-lahan di bakal ibu kota baru. JATAM menduga, skema pembebasan lahan penuh unsur transaksional. Pada saat yang sama, jaminan bagi warga lokal diabaikan. (Al/ Muiz)