Bebaskan Kades Kinipan, Setop Kriminalisasi Masyarakat Adat
Berita Baru – Jakarta, Akhir ini media sosial dikejutkan dengan penangkapan kepala desa (kades) Kinipan, Wilem Hengki. Polres Lamandau melakukan penangkapan Wilem Hengki dengan sangkaan kasus korupsi dana desa tahun 2019. Padahal selama ini kades Kinipan ialah tokoh yang frontal berjuang mempertahankan Wilayah Adat Kinipan dari ekspansi perkebunan kelapa sawit PT. Sawit Mandiri Lestari (SML).
Penangkapan kades Kinipan ini terjadi pada 14 Januari 2022. Sebelum itu, ada beberapa masyarakat adat Kinipan lain yang mengalami nasib sama. Mereka ditangkap dan ditahan.
Berdasarkan infografik yang disajikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) pada lamannya www.walhi.or.id berjudul Muslihat Oligarki Bungkam Pejuang Kinipan, ada dua kejadian yang menyeret enam orang yang dikriminalisasi aparat kepolisian ialah Riswan dan kawan-kawan serta Effendi Buhing.
Riswan, pemuda adat Kinipan beserta empat orang lain di antaranya Yefli Dasem, Yusa, Muhammad Ridwan dan Embang. Mereka ditangkap pada tanggal 15 Agustus 2020 dengan tuduhan mencuri satu gergaji mesin (chainsaw) perusahaan.
Sedangkan, 26 Agustus 2020, Effendi Buhing, Ketua Adat Komunitas Laman Kinipan ditangkap atas tudingan pencurian alat milik perusahaan sawit PT. Sawit Mandiri Lestari.
Masyarakat adat Laman Kinipan sejak awal menolak perizinan PT. Sawit Mandiri Lestari, karena merasa tidak menandatangani persetujuan pelepasan tanah. Selain itu, wilayah Adat Laman Kinipan tumpang tindih dengan perizinan milik PT. SML.
“Berbagai upaya sudah dilakukan oleh masyarakat adat Kinipan, seperti melapor ke Pemerintah Kabupaten Lamandau, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, serta Komnas HAM. Bahkan sudah dua kali mediasi di kantor Staf Presiden. Upaya itu tidak membuahkan hasil. Perusahaan tetap bekerja membabat hutan. Kayu-kayu ulin hasil penebangan pun dipotong-potong dijadikan balok dan dibawa perusahaan,” terang sajian infografik Walhi.
Selain itu, PT. SML telah menggusur pemukian dan tanah pertanian Wilayah Adat Laman Kinipan dan mengakibatkan hilangnya hutan adat seluas 3.688 hektar. Bahkan masyarakat pun dikriminalisasi dan dipenjarakan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mendesak kepolisian untuk segera membebaskan Kepala Desa Kinipan Wilem Hengki dari tahanan karena diduga menjadi korban kriminalisasi oleh sekelompok orang.
Rukka menyatakan lebih dalam sebagaimana yang ditulis di laman resmi AMAN, www.aman.or.id, bahwa dirinya kecewa dengan aparat kepolisian karena dengan sewenang-wenang telah menahan Wilem Hengki. Menurutnya, tindakan polisi tersebut offside sebab sarat dengan kepentingan.
“Apa yang dialami Wilem, merupakan bentuk kriminalisasi yang tak lain adalah pembungkaman atas perlawanan Masyarakat Adat,” tambah Rukka.
Rukka juga menyinggung tentang fenomena elite capture (penangkap elit) terkait dengan bentuk korupsi yang membiaskan sumber daya publik demi kepentingan tertentu. “Akhirnya, mereka berhasil menangkap kepala desa yang baik…. (Itu) hanya salah satu strategi lanjutan ketika (upaya) elite capture, sogok, dan pecah belah tidak berhasil.”
Rukka mendesak pihak kepolisian untuk segera membebaskan Wilem Hengki dari tahanan. Menurutnya, kriminalisasi yang berujung pada penahanan tersebut, akan membuat citra polisi semakin jelek di masyarakat.
Sinung Karto, Staf Advokasi Pengurus Besar AMAN, menerangkan bahwa kasus yang menjerat Wilem berawal dari Surat Perintah Bupati Lamandau Hendra Lesmana yang bersifat rahasia kepada Inspektorat Kabupaten Lamandau tanggal 31 Januari 2020.
Dalam surat itu, Hendra memerintahkan agar dilaksanakan pemeriksaan khusus terhadap pelaksanaan belanja modal dan belanja barang dan jasa sesuai ketentuan pada pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Kinipan untuk tahun anggaran pada 2017, 2018, dan 2019. Bupati pun meminta agar hasil itu dilaporkan dalam waktu segera mungkin kepada dirinya.
“Bila mencermati surat perintah itu, patut kita menduga (bahwa) Kepala Desa Kinipan sudah lama dibidik,” tambah Sinung.
Ia mengutarakan bahwa berangkat dari surat yang dikeluarkan oleh Bupati Lamandau itulah, tim inspektorat bisa bekerja. Menurutnya, banyak temuan dari inspektorat yang sengaja mengorek-ngorek kesalahan Wilem sebagai kepala desa.
“Itu artinya sudah lama titik lemah Kinipan selalu dicari, khususnya terhadap mereka yang teguh pendiriannya (dalam) mempertahankan wilayah adat dari ekspansi sawit,” ujar Sinung.
Sejak 2012, Masyarkat Adat Kinipan gigih menolak wilayah adat untuk dijadikan perkebunan sawit. Jauh sebelum Willem Hengki menjabat di sana, para kepala desa terdahulu bersama Masyarakat Adat telah bersikap seperti itu. Sementara itu, segelintir warga yang kemudian menerima kehadiran perkebunan sawit, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, di mana ada dari warga setempat yang turut bekerja sebagai buruh untuk perusahaan perkebunan itu.
Masyarakat Adat Laman Kinipan di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, telah mengajukan protes atas penahanan Kepala Desa Kinipan Wilem Hengki. Masyarakat Adat dan para pendukungnya juga mendesak aparat kepolisian agar segera membebaskannya.
Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan, menuturkan bahwa penahanan Kades Kinipan atas dugaan korupsi, merupakan hal yang keliru. Pasalnya, jalan desa yang menjadi objek kasus tersebut masih dinikmati oleh masyarakat sampai saat ini.
Buhing menyatakan bahwa jalan tersebut selesai dikerjakan tahun 2017 saat Wilem belum menjabat sebagai kepala desa. Dan ketika diangkat, Wilem hanya membayar hutang proyek jalan usaha tani tersebut pada 2019.
“Kades Wilem Hengki tidak bersalah,” tegas Buhing. “Penahanannya merupakan bentuk kriminalisasi.”
Oleh karena itu, Masyarakat Adat Laman Kinipan mendesak polisi agar segera membebaskan Wilem Hengki dan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus tersebut.
Buhing mengungkapkan bahwa sampai saat ini, Wilem merupakan tokoh yang bersama warga selalu berjuang mempertahankan wilayah adat dari ekspansi perkebunan sawit PT SML.
Aryo Nugroho dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya yang tergabung dalam Koalisi Keadilan untuk Kinipan, menyatakan kecewa atas penahanan Wilem Hengki yang dilakukan oleh Polres Lamandau. Sebagai pula pengacara Wilem Hengki, ia telah meminta Polres Lamandau agar penahanan Wilem ditangguhkan. Namun, pihak Polres menolak dengan alasan untuk mempermudah proses penyerahan Wilem Hengki ke kejaksaan pada hari Senin (17/1/2022).
“Kita protes atas ditolaknya permohonan penangguhan penahanan ini sebab selama ini, Kades Wilem Hengki tidak pernah mangkir dari proses hukum, (sehingga) mestinya tidak perlu sampai ditahan,” kata Aryo.(Al/Muiz)