Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi

Menteri PPPA Dorong Budaya “Berani Bersuara” untuk Tekan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak



Berita Baru, Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu serius yang memerlukan keterlibatan semua pihak. Dalam upaya pencegahannya, tidak hanya pemerintah, tetapi juga lembaga pendidikan, masyarakat sipil, dunia usaha, dan masyarakat secara keseluruhan harus berperan aktif.

Kementerian PPPA bersama United Nations Population Fund (UNFPA) Indonesia telah meluncurkan sejumlah program untuk mencegah serta menangani kekerasan berbasis gender di 11 wilayah Indonesia.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada UNFPA atas kerjasamanya dalam perlindungan hak-hak perempuan di Indonesia. UNFPA telah memberikan dukungan signifikan, terutama dalam memperkuat kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) serta meningkatkan kapasitas tenaga layanan di wilayah piloting. Kegiatan ini juga mendukung layanan komprehensif bagi perempuan korban kekerasan,” ujar Menteri Arifah dalam Dialog Nasional Penguatan Layanan PPPA yang berlangsung di Jakarta, Kamis (14/11/2024).

Sebanyak 11 wilayah telah dipilih sebagai contoh layanan profesional bagi perempuan korban kekerasan, yakni DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota Palu, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sigi, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Brebes, Kabupaten Serang, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Jember.

Menurut data dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN), sekitar 26,1% perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik atau seksual pada 2021. Namun, angka ini menurun menjadi 24,1% pada 2024. Penurunan tersebut dianggap sebagai indikasi bahwa Indonesia sedang berada di jalur yang tepat untuk mencapai target RPJMN 2020-2024 dalam menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan.

Meskipun demikian, Menteri Arifah menekankan adanya fenomena “gunung es,” di mana banyak kasus kekerasan tidak dilaporkan karena hambatan seperti stigma sosial, ancaman, atau ketergantungan pada pelaku, baik secara emosional, sosial, maupun ekonomi. Untuk mengatasi hal ini, Arifah mengajak masyarakat untuk berani melaporkan tindakan kekerasan.

“Saya mengajak kita semua untuk menggalakkan budaya ‘dare to speak up’ atau ‘berani bersuara’. Budaya ini mendorong perempuan dan masyarakat agar lebih terbuka melaporkan kekerasan, baik yang dialami sendiri maupun orang lain. Semakin banyak yang berani bersuara, diharapkan akan semakin banyak kasus kekerasan yang bisa terungkap dan ditangani,” tegasnya.

Kolaborasi antara Kemen PPPA dan mitra pembangunan, seperti UNFPA, Kedutaan Kanada, dan TAKEDA Indonesia, telah berlangsung sejak 2021. Arifah berharap kerjasama ini terus berlanjut guna memastikan perempuan dan anak mendapatkan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan tidak manusiawi.

Assistant Representative UNFPA Indonesia, Verania Andria, menyatakan kolaborasi ini tidak akan berhasil tanpa komitmen kuat dari berbagai pihak. “Kami bangga dapat berperan dalam upaya mengeliminasi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Sebagai organisasi yang mendukung implementasi hak asasi manusia, kami berkomitmen menghapus kekerasan berbasis gender dan praktik berbahaya lainnya,” jelas Verania.

Ia juga menekankan pentingnya penguatan sistem data berbasis bukti dalam melindungi korban kekerasan. “Penguatan sistem data berbasis bukti seperti SPHPN dan SIMFONI PPA adalah langkah penting dalam pengambilan keputusan yang lebih efektif untuk mengatasi kekerasan berbasis gender,” pungkasnya.