Kontroversi Joint Statement Prabowo dan Xi Jinping: Indonesia Akui 9 Dash Line?
- 16/11/2024
- Subscribe
Berita Baru, Jakarta – Diskusi publik yang diadakan oleh Universitas Paramadina pada Jumat, 15 November 2024, mengupas hubungan politik dan ekonomi antara Indonesia dan China. Diskusi yang dihadiri oleh akademisi terkemuka ini menyentuh isu sensitif terkait pengakuan Indonesia terhadap 9 dash line, serta dampaknya terhadap kedaulatan nasional.
Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, menyoroti bahwa klaim 9 dash line oleh China tidak berdasar pada hukum internasional. Garis imaginer tersebut, menurutnya, hanya didasarkan pada sejarah nelayan China yang pernah mencari ikan di wilayah tersebut, tanpa pertimbangan garis pantai.
Hikmahanto juga mengungkapkan bahwa ketika mantan Menteri Luar Negeri RI, Ali Alatas, bertanya kepada wakil China mengenai dasar klaim tersebut, pihak China tidak bisa menjawab dengan jelas. Mereka hanya menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu khawatir karena China mengakui kedaulatan Indonesia atas Natuna.
“Indonesia selama ini tidak menganggap 9 dash line itu ada, dan wilayah kedaulatan kita di Laut Natuna Utara tidak bisa diganggu gugat,” tegas Hikmahanto.
Namun, ia mengkhawatirkan joint statement yang dikeluarkan oleh Prabowo dan Xi Jinping. Meski bukan merupakan instrumen hukum, pernyataan bersama tersebut bisa dianggap oleh China sebagai pengakuan tersirat Indonesia terhadap 9 dash line, yang berpotensi digunakan China untuk mengklaim wilayah secara internasional.
Di sisi lain, Dr. Peni Hanggarini, dosen Universitas Paramadina, menyoroti pentingnya menjaga kepentingan nasional dalam diplomasi internasional. Ia mempertanyakan apakah pernyataan bersama ini benar-benar mencerminkan keuntungan timbal balik (mutual benefit) atau justru menciptakan hubungan asimetris antara Indonesia dan China.
“Diplomasi harus tetap berada dalam kerangka kepentingan nasional dan tidak ada urusannya dengan transaksi bisnis semata,” ungkap Peni.
Menurutnya, hubungan ekonomi kedua negara memang erat, dengan China sebagai investor terbesar kedua di Indonesia, setelah Singapura. Meski demikian, ia mengingatkan agar Indonesia berhati-hati dalam menjaga kesetaraan dalam hubungan bilateral ini, terutama mengingat perbedaan kekuatan ekonomi dan politik antara kedua negara.
Dalam diskusi tersebut, Hikmahanto juga menyoroti bahwa klaim tumpang tindih yang diakui oleh China dalam joint statement ini akan memperkuat posisi China di mata internasional. Bahkan, dua hari setelah pernyataan bersama tersebut, China telah mengajukan klaim internasional terkait wilayah tersebut. Hikmahanto menambahkan bahwa China sangat sensitif terhadap kata-kata UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut), yang secara jelas menolak klaim 9 dash line.
Dengan adanya joint statement ini, dikhawatirkan nelayan China dapat memanfaatkan wilayah Indonesia di Laut Natuna Utara, yang masuk dalam ZEE Indonesia, tanpa ada hambatan berarti. Nelayan China yang dilengkapi dengan kapal besar dan fasilitas cold storage yang memadai akan lebih mudah beroperasi di sana, sementara nelayan Indonesia, dengan kapal-kapal yang masih tradisional, akan kesulitan bersaing.
Diskusi ini diakhiri dengan seruan agar pemerintah Indonesia lebih berhati-hati dalam membuat pernyataan internasional yang berpotensi merugikan kedaulatan bangsa, dan meminta Kementerian Luar Negeri untuk mengambil tindakan tegas dalam menjaga kepentingan nasional.
Tags: Dahs Line Prabowo Xi Jinping