Masyarakat Sipil Kecam Pernyataan Yusril Ihza Mahendra tentang Pelanggaran HAM
Berita Baru, Jakarta – Sejumlah lembaga dan individu menyatakan kekecewaan serta mengecam pernyataan Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, terkait penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Dalam dua pernyataan yang dilaporkan pada 20 dan 21 Oktober 2024, Yusril menyatakan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu sulit dilakukan karena sudah terjadi sangat lama, sehingga menurutnya “kita tidak perlu lagi melihat ke masa lalu.” Pernyataan ini dianggap sebagai upaya memutihkan pelanggaran berat HAM yang terjadi di masa lalu.
Yusril juga menyatakan bahwa peristiwa Tragedi Mei 1998 bukanlah pelanggaran berat HAM, mengklaim bahwa pelanggaran berat HAM hanya meliputi genosida dan pembersihan etnis. Hal ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan yang menilai bahwa pernyataan tersebut tidak memperhatikan fakta-fakta hukum yang ada.
“Perkembangan penyelidikan Komnas HAM sudah jelas menyebutkan Tragedi Mei 1998 sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Sangat tidak etis jika Yusril mengabaikan proses hukum yang sudah berjalan lebih dari 20 tahun ini,” kata Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) dalam siaran pers mereka pada Rabu (23/10/2024).
Pernyataan ini dianggap bertentangan dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang menjelaskan bahwa pelanggaran berat HAM terdiri dari kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sebagai kejahatan luar biasa, pelanggaran berat HAM tidak memiliki masa kedaluwarsa dan memerlukan penanganan khusus oleh negara. “Negara masih memiliki tanggung jawab untuk menuntaskan kasus tersebut dan memberikan keadilan bagi korban,” tambah juru bicara tersebut.
Lebih jauh lagi, berbagai organisasi korban dan keluarga korban juga telah berjuang selama bertahun-tahun untuk memperoleh keadilan dan kebenaran terkait pelanggaran HAM di masa lalu. “Pernyataan Yusril sangat melukai perjuangan para korban dan keluarganya,” ujar seorang aktivis HAM. Mereka menuntut Yusril untuk menarik pernyataannya dan meminta maaf kepada korban, khususnya korban Tragedi Mei 1998.
Organisasi yang tergabung dalam pernyataan bersama ini juga khawatir bahwa pernyataan Yusril menandakan adanya kecenderungan negara untuk mengabaikan tanggung jawabnya dalam mengungkapkan kebenaran, memulihkan korban, dan memastikan ketidakberulangan pelanggaran serupa di masa mendatang. Mereka juga mengkritik Visi-Misi Astacita dari pemerintahan saat ini yang dinilai tidak mencantumkan penuntasan pelanggaran HAM sebagai prioritas.
“Oleh karena itu, kami mendesak Yusril untuk segera menarik pernyataannya dan meminta maaf secara terbuka,” tutup siaran pers tersebut.