Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store
Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani, menjadi salah satu narasumber dalam Diskusi Forum Legislasi yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dan Biro Pemberitaan DPR RI pada Selasa, (3/9/2024) di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta

20 Tahun Terbengkalai, Komnas Perempuan Pertanyakan RUU PPRT yang Tak Kunjung Disahkan



Berita Baru, Jakarta – Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani, mengungkapkan kekecewaannya atas belum disahkannya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), yang sudah diajukan selama 20 tahun namun tak kunjung dibahas oleh DPR RI. Hal ini disampaikan dalam Diskusi Forum Legislasi yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dan Biro Pemberitaan DPR RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (3/9/2024).

Andy Yentriyani mempertanyakan lambatnya proses legislasi RUU PPRT, meski dukungan sudah disampaikan oleh beberapa anggota DPR. “Menjadi teka-teki besar mengapa RUU PPRT tidak kunjung disahkan. Komnas Perempuan telah menemui beberapa fraksi di DPR RI untuk membahas advokasi ini. Namun, sampai hari ini, tidak terlihat agenda pembahasannya,” ungkap Andy dalam siaran pers Komnas Perempuan di laman instagramnya, @komnasperempuan, yang terbit pada Senin (9/9/2024).

Dalam diskusi tersebut, Andy juga menekankan pentingnya peran media dalam mendorong pembahasan RUU ini. Ia berharap partisipasi jurnalis bisa membantu mengidentifikasi hambatan yang menyebabkan RUU PPRT tidak bergerak maju. “Dukungan wartawan sangat diperlukan untuk menelusuri apa yang sebenarnya menjadi batu sandungan dalam advokasi RUU PPRT. Mungkin hambatannya hanyalah sebuah kerikil kecil yang bisa kita selesaikan bersama,” tambahnya.

RUU PPRT diusulkan untuk mengakui profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) serta memberikan perlindungan bagi pekerja dan pemberi kerja. Mayoritas PRT di Indonesia, sekitar 98%, adalah perempuan yang bekerja di lingkungan rumah dengan tingkat kerentanan yang sangat tinggi. Komnas Perempuan mencatat lebih dari 2.000 laporan kekerasan terhadap PRT selama lima tahun terakhir, baik melalui jejaring maupun laporan langsung. Kondisi kerja yang tidak manusiawi dan pembayaran gaji yang tidak terjamin menjadi persoalan yang sering muncul.

Andy juga menyoroti pentingnya perlindungan terhadap PRT sebagai bagian dari upaya Indonesia untuk mencegah penyiksaan, mengingat banyak pekerja rumah tangga yang bekerja dalam kondisi mirip tahanan dengan jam kerja panjang dan hak-hak dasar yang diabaikan, termasuk hak beribadah. “Komite Menentang Penyiksaan dalam mekanisme HAM internasional menempatkan isu PRT sebagai isu prioritas karena mereka sering berada dalam situasi yang sangat rentan,” tegasnya.

Diperkirakan, ada sekitar 5 juta PRT di Indonesia, namun angka ini bisa lebih besar jika menghitung jumlah keluarga dari kalangan menengah ke atas yang mempekerjakan PRT. Jika sepertiga dari 189 juta populasi kelompok menengah ke atas mempekerjakan minimal satu PRT, jumlahnya bisa mencapai 60 juta orang.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, mengingatkan agar pembahasan RUU PPRT dapat dilanjutkan oleh DPR periode mendatang dengan menggunakan sistem carry over. Hal ini untuk memastikan pembahasan yang sudah dimulai tidak terhenti begitu saja.