Penundaan Pemilu dan Presiden 3 Periode, Seknas Fitra: Jangan Sampai Oligarki Mengobrak-abrik UUD 1945
Berita Baru, Jakarta – Seknas FITRA menilai wacana penundaan pemilu 2024 yang digulirkan dengan berbagai alasan seakan untuk menjadi alternatif lain bagi peluang untuk perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
FITRA mencium gelagat kotor pada wacana penundaan 2024 tersebut, yaitu menormalisasi perubahan masa jabatan presiden, dari sebelumnya dua periode menjadi tiga periode.
“Tentu, usulan tersebut seperti melecehkan konstitusi (contempt of the constitution), mencederai amanat reformasi, memunggungi demokrasi, dan merampas hak konstitusional rakyat Indonesia,” kata Sekjen FITRA, Misbah Hasan dalam keterangannya, Sabtu (12/3).
Selain itu, wacana penundaan seperti menambah persoalan negara, karena perangkat kelembagaan masih belum mendukung. Mulai dari belum ditetapkannya Lembaga yang berhak untuk memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Penundaan Pemilu 2024 juga berdampak pada penambahan masa jabatan DPR dan DPD. Jika konstitusi, MPR tidak memiliki peran untuk melakukan tugas-tugas tersebut.
Bahkan dalam konteks konstelasi politik hari ini, FITRA melihat rencana amandemen UUD 1945 justru berpotensi memperlebar persoalan regulasi di Republik ini. Setelah sebelumnya rakyat dikhianati dengan lahirnya UU Cipta Kerja dan revisi UU KPK.
“Jangan sampai kemudian, Oligarki mengobrak- abrik UUD 1945 dengan berbagai dalih yang menyebabkan masyarakat terpecah belah,” ujar Misbah.
Begitu pun dari sisi anggaran, pengesahan anggaran Pemilu 2024 di setiap tahun anggaran (APBN 2022 hingga 2024) bisa menjadi celah besar untuk penundaan pemilu, karena sampai saat ini DPR dan Pemerintah belum ada kata kesepakatan terkait besaran dan rincian anggaran pelaksanaan Pemilu 2024.
“KPU mengesahkan anggaran Rp86 triliun yang kemudian direvisi menjadi Rp76,6 triliun. Besaran anggaran ini memang naik fantastis dibanding anggaran pemilu 2019 yang menghabiskan anggaran Rp25,59 triliun,” urainya.
Agar tidak menjadi celah penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden hingga 3 periode, kata Misbah, Seknas FITRA mendesak Presiden Jokowi untuk membuat pernyataan tegas penolakan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden 3 periode.
Selain itu Fitra mengingatkan kembali kepada Presiden bahwa “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut).
Apabila Berkaca pada Rezim Orde Baru, lanjut Fitra, wacana penundaan Pemilu dan atau 3 periode masa jabatan presiden merupakan jebakan orang di lingkaran Presiden sebagai pimpinan tertinggi di Republik Indonesia.
Fitra juga mendesak KPU mengeluarkan PKPU tentang jadwal dan tahapan Pemilu 2024 lebih kongkrit dan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas kegiatan dan anggaran.
Misbah menyebut, Fitra meminta Pemerintah dan DPR RI mempercepat pembahasan dan penetapan anggaran Pemilu 2024 sesuai jadwal dan tahapan yang ditetapkan oleh KPU.
Lebih dari itu, Fitra juga mendesak Partai Politik yang mewacanakan penundaan pemilu untuk menghentikan wacana tersebut agar tidak ada perpecahan di masyarakat dan lebih baik fokus kepada tugas yang salah satunya Memberikan Pendidikan Politik kepada Masyarakat.
“Mengajak seluruh komponen masyarakat sipil untuk mengawal pelaksanaan Pemilu 2024 dan mengawasi anggarannya,” tukas Misbah.
Sebagai diketahui, wacana penundaan pemilu 2022 bergulir sejak Januari 2022. Pernyataan tersebut pertama kali diungkapkan Menteri Investasi, Bahlil Lahaladia.
Menurutnya, penundaan pemilu didasarkan pada pertama, mengutip sebuah survei tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo mencapai 70 persen, kedua penundaan Pemilu 2024 lebih memberikan kepastian pada pelaku usaha, setelah hampir 2 tahun babak belur akibat Pandemi Covid-19.
Seolah gayung bersambut, wacana liar penundaan Pemilu disambut riuh rendah dengan Partai Politik. Setidaknya PAN, PKB, Golkar dan PSI memberikan sinyal positif untuk mendukung wacana penundaan Pemilu 2024.